Menuju konten utama

KPU Belum Kalah Meski MA Cabut PKPU Larang Koruptor Jadi Caleg

MA menilai ketentuan di PKPU bertentangan dengan UU Pemilu. Namun, KPU Punya cara lain untuk mencegah eks koruptor lolos ke parlemen.

KPU Belum Kalah Meski MA Cabut PKPU Larang Koruptor Jadi Caleg
Petugas KPU (Komisi Pemilihan Umum) menunjuk salah satu nama dalam pengumuman daftar calon legislatif sementara DPR RI untuk Pemilu tahun 2019 di kantor KPU Pusat, Jakarta, Selasa (14/5/2018). tirto.id/Arimacs Wilander

tirto.id - Mahkamah Agung (MA) sudah mencabut Pasal 4 ayat 3 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 tahun 2018. Putusan perkara uji materi itu membatalkan pasal yang melarang eks terpidana korupsi, bandar narkoba, dan kejahatan seksual pada anak menjadi calon legislatif (caleg).

Putusan MA juga mencabut Pasal 60 huruf j PKPU Nomor 26 tahun 2018. Artinya, para mantan napi untuk tiga kejahatan yang disebut di atas, dapat melenggang menjadi caleg DPR/DPR maupun calon anggota DPD di Pemilu 2019.

Juru Bicara MA Hakim Agung Suhadi menyatakan putusan uji materi PKPU 20/2018 keluar pada Kamis (13/9/2018). Majelis di perkara ini terdiri dari tiga Hakim Agung: Irfan Fachrudin, Yodi Martono dan Supandi.

“Iya sudah, [putusan keluar] Kamis kemarin. [Putusannya] sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2017,” kata Suhadi saat dikonfirmasi reporter Tirto, Jumat malam (14/9/2018).

Majelis Hakim MA menilai ketentuan di PKPU 20/2018 dan PKPU 26/2018 bertentangan dengan Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu mengatur bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota harus tidak pernah dipidana dalam perkara yang mengancam hukuman 5 tahun penjara atau lebih, “Kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.”

Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah menjelaskan putusan itu menilai PKPU hanya peraturan pelaksana sehingga tidak boleh berlawanan dengan Undang-undang yang lebih tinggi.

“Kalau Undang-undang tidak melarang, peraturan pelaksanaannya tidak boleh melarang. Itu hanya norma saja,” kata Abdullah kepada reporter Tirto.

Abdullah menambahkan pelarangan eks napi korupsi menjadi caleg hanya bisa diberlakukan dengan dasar vonis hakim yang menyatakan pencabutan hak politik si calon wakil rakyat. Selain itu, kata dia, larangan itu juga dapat diberlakukan jika pemerintah dan DPR merevisi UU Pemilu.

“Undang-Undang Pemilu perlu diperbaiki. Seharusnya Undang-undang yang membatasi,” kata dia.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI belum berkomentar banyak soal putusan MA ini. Komisioner KPU Ilham Saputra beralasan, selaku pihak termohon dalam uji materi PKPU 20/2018, lembaganya belum menerima pemberitahuan resmi dari MA soal putusan itu.

“KPU belum dapat memberi komentar,” kata dia via pesan Whatsapp.

Komisioner KPU lainnya, Hasyim Asyari berpendapat serupa. Saat ditanya mengenai langkah KPU setelah ada pemberitahuan resmi dari MA, kata Hasyim, “Kami tidak mau berandai-andai.”

Putusan MA keluar setelah polemik panjang KPU versus Bawaslu. Keputusan KPU mencoret bacaleg eks napi korupsi dibatalkan Bawaslu sejumlah daerah. Hingga kini, Ilham mencatat ada sekitar 38 bacaleg eks napi korupsi yang diloloskan Bawaslu. Mereka diusung belasan partai peserta Pemilu 2019.

Infografik CI Caleg Mantan Napi Korupsi

Cara Lain KPU Cegah Caleg Koruptor

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini kaget dengan keputusan MA. Titi mengatakan banyak pihak seperti dirinya sempat menaruh harapan besar ke MA.

“Kami terkejut. Kami semula berharap MA membuat putusan progresif dan melihat semangat PKPU [20/2018], yaitu membuat pemilu menghasilkan pemimpin yang bersih,” kata dia saat dihubungi reporter Tirto.

Ia menilai aturan di PKPU 20/2018, yang hanya mewajibkan bacaleg mengumumkan statusnya sebagai eks terpidana, di media massa nasional atau lokal, belum menjamin akses informasi bagi pemilih.

“Kalau itu diumumkan di media cetak, dan korannya lalu diborong si caleg, informasi tak akan sampai ke pemilih,” kata dia.

Karena itu, Titi meminta KPU mengumumkan riwayat hidup caleg berstatus eks napi korupsi, bandar narkoba dan pelaku kejahatan seksual pada anak di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Ia berpendapat langkah ini sesuai usulan Presiden Jokowi, agar eks napi korupsi yang menjadi caleg “ditandai.”

“Umumkan di TPS-TPS. KPU harus berupaya membuat akses informasi [riwayat hidup caleg] bagi pemilih menjadi mudah dan sederhana,” ujar Titi. “Pemilih harus mengenal siapa calegnya.”

Dengan begitu, dia berharap pemilih sadar saat menjatuhkan pilihan. Menurut Titi, jika riwayat hidup caleg diumumkan secara terbuka, publik bisa sekaligus tahu partai-partai mana saja yang tetap nekat mengusung caleg dengan status eks koruptor maupun mantan pelaku kejahatan serius lainnya.

“Kita harus hukum parpol yang calonkan eks koruptor dan mantan pelaku kejahatan berat,” ujarnya.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher, Lalu Rahadian & Addi M Idhom
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Mufti Sholih