Menuju konten utama

Putusan Kasasi Baiq Nuril: MA Dinilai Tak Berperspektif Gender

Putusan kasasi MA terhadap korban pelecehan seksual Baiq Nuril dinilai tak adil oleh aktivis perempuan.

Putusan Kasasi Baiq Nuril: MA Dinilai Tak Berperspektif Gender
Ilustrasi Baiq Nuril. tirto.id/Sabit.

tirto.id -

Komnas Perempuan mengkritik sikap Mahkamah Agung (MA) yang memutuskan Baiq Nuril bersalah dalam putusan tingkat kasasi. Pasalnya, MA seharusnya dapat menerapkan sistem peradilan yang bersifat setara bagi perempuan namun hal itu tak dilakukan.

MA sebenarnya memiliki komitmen terhadap peradilan gender dengan terbitnya Perma 3/2017 terkait Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum. Sayangnya, dalam penerapannya masih tak maksimal seperti di kasus Nuril ini.

“Mahkamah Agung menurut saya dengan keluarkan Perma itu berarti mereka sudah punya terobosan yang cukup baik, tapi di implementasinya kan sekarang permasalahannya,” kata Azriana di kantor LBH Pers, Jakarta, Jumat.

Azriana mengatakan, hakim perkara Nuril tidak sepaham dengan pasal 4 Perma 3/2017.

Perma tersebut menyatakan bahwa dalam pemeriksaan perkara hakim agar mempertimbangkan kesetaraan gender dan non diskriminasi, dengan mengidentifikasi fakta persidangan: a) ketidaksetaraan status sosial antara para pihak berperkara; b) ketidaksetaraan perlindungan hukum yang berdampak pada akses keadilan; c) diskriminasi; d) dampak psikis yang dialami korban; e) ketidakberdayaan fisik dan psikis korban; f) relasi kuasa yang mengakibatkan korban/saksi tidak berdaya; dan g) riwayat kekerasan dari pelaku terhadap korban/saksi.

Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur LBH Apik Siti Mazuma. Siti menilai, MA tidak melihat konteks kasus secara menyeluruh. Ia pun menilai, MA tidak memperhatikan relasi kuasa maupun tingkat gender dalam memvonis kasus Nuril. Padahal, ketentuan tersebut sudah diatur dalam Perma 3 tahun 2017.

“Majelis hakim diwajibkan untuk melakukan identifikasi persoalan-persoalan ketimpangan relasi. Nah, di sini di tingkat MA saya tidak melihat itu dilakukan majelis hakim melakukan putusan terhadap kasasi. Sehingga itu tidak terlihat ketimbang relasinya,” kata Siti di kantor LBH Pers, Jakarta, Jumat.

Komnas Perempuan menilai, kasus Nuril ini tidak perlu menyeret hakim ke ranah etik. Mereka hanya menagih komitmen MA untuk melaksanakan Perma tersebut.

Komitmen tersebut pun harus dalam bentuk riil seperti pelatihan atau penguatan kapasitas hakim dalam penerapan Perma 3 tahun 2017. Mereka pun berharap Badan Pengawas MA bisa ikut terlibat dalam penerapan Perma tersebut.

“Badan Pengawas MA RI untuk melakukan pengawasan implementasi Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Kasus Perempuan Berhadapan dengan Hukum,” tutur Azriana.

Mahkamah Agung menilai tidak ada salah dalam putusan. Menurut MA, perkara Baiq Nuril bukan perkara pelecehan seksual. Ia pun membantah dalil MA tidak memperhatikan isi pelecehan perempuan dalam putusan Nuril.

"Tidak ada pelecehan perempuan. Terdakwa itu didakwa melakukan pelanggaran berdasarkan UU 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik. tidak ada hubungannya," kata Karo Hukum dan Humas Mahkamah Agung Abdullah kepada Tirto, Jumat (17/11/2018).

Abdullah menegaskan MA tidak menyoal masalah perekaman. Majelis hakim melihat proses penyebaran rekaman. Nuril selaku terdakwa dianggap tidak punya hak untuk mendistribusikan dan mentransmisikan serta mengakses informasi elektronik dan dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan. Hal itu sesuai dengan pasal 27 ayat 1 jo pasal 45 ayat 1 UU 11 tahun 2008 tentang ITE.

"Persoalan Undang-Undang ini merekam-rekam gitu sah-sah saja tapi kalau disebar sendiri itu persoalan," kata Abdullah.

Abdullah mengatakan, hakim tetap menjadikan pedoman Perma 3 tahun 2017 dalam pemeriksaan. Bentuk penerapan dengan cara bertanya santun dan bertanya yang tidak berkaitan dengan stereotip perempuan. "Jadi gak ada hubungannya dengan pelecehan seksual. Gak ada apa-apa. Jauh dari itu," kata Abdullah.

Baca juga artikel terkait KASUS PELECEHAN SEKSUAL atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri