Menuju konten utama

PUKAT UGM Tanggapi Kasus Suap Unila Diduga Seret Petinggi NU

Pukat UGM menilai pada kasus suap Unila yang diduga menyeret petinggi NU, bila ada indikasi pemuka agama mengelola uang hasil korupsi bisa kenal pasal TPPU.

PUKAT UGM Tanggapi Kasus Suap Unila Diduga Seret Petinggi NU
Terdakwa kasus suap Universitas Lampung Karomani duduk mendengarkan pembacaan dakwaan saat menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Tanjung Karang, Bandar Lampung, Lampung, Selasa (10/1/2022). Mantan Rektor Universitas Lampung tersebut hadir dalam sidang yang beragendakan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ANTARA FOTO/Ardiansyah/hp.

tirto.id - Saat persidangan kasus suap penerimaan mahasiswa jalur mandiri Universitas Lampung (Unila), nama mantan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj disebut ikut menerima aliran uang Rp30 juta.

Zaenur Rohman, peneliti antikorupsi PUKAT UGM, menilai pemberian atau penerimaan uang harus sesuai konteks. "Seseorang menerima uang dari orang lain selalu ada konteks," kata dia kepada Tirto, Rabu (1/2/2023).

Lantas dalam perkara ini, ia tidak mengomentari perihal bisyaroh (tanda terima kasih atas jasa seseorang). Namun, dia menyorot perihal aliran dana. Zaenur menyatakan penegak hukum fokus saja kepada aliran dana.

Jika aliran dana tidak termasuk status transaksi tertentu, maka jaksa harus memperjelasnya dalam persidangan; bisa saja penerima duit diminta untuk mengembalikan uang tersebut.

Sebaliknya, bila ada indikasi pemuka agama mengelola uang hasil korupsi, misalnya, maka penegak hukum dapat menerapkan undang-undang tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Pemuka agama juga berisiko ketika menerima pemberian dari penyelenggara negara. "Kalau pemberian tidak dalam konteks apa pun, misalnya, tidak dalam konteks sumbangan bangunan atau tidak memberi honor untuk ceramah, maka bukan hal tabu untuk bertanya uang itu dalam rangka pemberian apa?" jelas Zaenur.

Penegak hukum juga bisa bertanya asal uang dengan mempertimbangkan profil si pemberi dan nominal.

Menanggapi hal ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal mendalami dugaan suap kepada Said Aqil. "Apakah benar ada fakta hukum tersebut ataukah hanya sebatas fakta keterangan saksi saja memang perlu dilakukan pendalaman," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri.

Dalam persidangan lanjutan kasus suap penerimaan mahasiswa baru di Universitas Negeri Lampung, di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang, jaksa menghadirkan saksi bernama Mualimin yang merupakan orang kepercayaan Karomani, mantan Rektor Unila yang juga menjadi salah satu terdakwa perkara ini.

Jaksa memperlihatkan catatan tulisan tangan Mualimin yang menjadi bukti. Dalam catatan tersebut, tertulis sebuah inisial 'SAS' dengan nominal Rp30 juta. Jaksa menanyakan maksudnya, lalu saksi menjawab bahwa itu amplop tersebut berisi duit untuk Said Aqil Siradj.

Duit itu diperuntukkan bagi Said Aqil yang datang ke Lampung guna mengisi pengajian. Sementara, saksi menyatakan Said Aqil tidak mengetahui bahwa uang yang ia terima berasal dari suap calon mahasiswa baru Universitas Lampung.

Selain Said Aqil, beberapa petinggi NU lainnya yakni Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) 2015-2020 Marsudi Syuhud dan Anggota Badan Anggaran (Banggar) Komisi X DPR RI Muhammad Nur Purnamasidi ikut menitipkan calon mahasiswa ke Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Nizam.

Hal tersebut terungkap dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Nomor 24 milik Plt Dirjen Dikti, pada persidangan atas terdakwa kasus suap Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) Universitas Lampung (Unila), yakni Karomani, Heryandi, dan M Basri, di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang, di Bandarlampung, Selasa (31/1/2023) malam, sebagaimana diberitakan Antara.

"Ini adalah daftar keterangan saudara di KPK, yang menyatakan bahwa ada pejabat-pejabat yang menitipkan untuk diluluskan," kata hakim ketua PN Tanjungkarang Lingga Setiawan.

Dia menyebutkan bahwa dari daftar calon mahasiswa titipan sebanyak 27 orang tersebut, terdapat Anggota Banggar DPR RI Komisi X dan mantan Ketua PBNU.

"Adakah dari daftar-daftar nama tersebut yang saudara tindaklanjuti," kata dia lagi.

Menurutnya, meskipun hal yang diungkapkan ini tidak ada kaitannya dengan dakwaan, namun terdapat kepentingan publik di sini.

Hingga berita ini dirilis, Tirto masih berupaya meminta tanggapan pihak Said Aqil dan PBNU ihwal fakta persidangan tersebut.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP UNILA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri