tirto.id - PT Pertamina (Persero) Tbk masih mempersiapkan program Liquefied Petroleum Gas (LPG) non-subsidi 3 kilogram (Kg) dengan nama produk Bright Gas, yang sesuai rencana akan diluncurkan pada 2018. SVP Non Fuel Marketing PT Pertamina, Basuki Trikora Putra mengatakan program ini akan diterapkan secara bertahap, seperti saat memasarkan LPG 5,5 Kg.
Basuki mengungkapkan bahwa program ini akan menyasar pada konsumen LPG non-subsidi, bukan untuk mengalihkan konsumen subsidi. Pasalnya, saat ini program distribusi LPG subsidi masih terbuka dan dapat diakses oleh konsumen non-subsidi. Sehingga, menjadi tidak tepat sasaran.
"Kan sekarang karena memang distribusinya terbuka, konsumen yang non-subsidi juga tetap boleh beli. Nah itu yang kita sasar. Mereka yang berhak atas non-subsidi dan tidak berhak atas subsidi menjadi sasaran," ujar Basuki di kantor PT Pertamina (Persero) Tbk Jakarta, Jumat (15/12/2017).
Saat ini, Pertamina masih mengkaji minat konsumen terhadap LPG 3 Kg non-subsidi. Uji coba itu telah dilakukan selama empat bulan sejak 26 November 2017. Adapun lokasi uji pasar itu meliputi Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan.
Tahun depan, kata dia, uji coba akan dilakukan di cluster perumahan dengan kurang dari 200 Kepala Keluarga (KK). Ia mengatakan konsumen dapat menukarkan LPG yang mereka punya dengan program nasional LPG 3 Kg non-subsidi.
"Kalau nukar dengan program yang sekarang ada Bright Gas 5,5 Kg. Jadi, kalau Bright Gas 5,5 Kg mau ditukar dengan 3kg, 2 tabung silakan," terangnya.
Menurut dia, LPG 3 Kg non-subsidi memiliki kemasan yang lebih baik. "Kita juga memakai plastik wrap yang lebih bagus dan lebih aman. Kita jamin itu," kata dia.
Harga Bright Gas akan Fluktuatif
Harga LPG non-subsidi disebutkannya mengikuti harga di CP Aramco. Sehingga, dapat fluktuatif. Saat ini, harganya sekitar Rp10-11 ribu per Kg atau sekitar Rp33 ribu untuk kemasan 3 Kg non-subsidi.
"Saat ini masih naik di atas 500 dolar AS (per Metrik Ton), jadi per kilonya masih kita sesuaikan. Nanti pada saat harga bisa sama dengan 2015 dan 2016 ketika CP Aramco turun, itu pasti kita sesuaikan juga," sebutnya.
Sementara harga LPG subsidi kemasan 3 kg, per kilogramnya mencapai Rp5 ribu atau Rp15 ribu per 3 Kg. Sehingga, untuk mendorong konsumsi LPG 3 Kg non-subsidi dengan disparitas harga menonjol, Basuki mengatakan strategi marketingnya harus dikuatkan.
"Komunikasi marketing ada, promosi kita lakukan, service kita lakukan, kan ada bright home service (aplikasi layanan pesan-antar) kita ada. Uji coba di Surabaya ada aplikasinya kepada konsumen. Itu bentuk bagian dari kita memberikan pelayanan kepada konsumen non-subsidi," ujarnya.
Sementara itu, total impor Indonesia untuk LPG berkisar di angka 70 persen dari kebutuhan LPG dalam setahun, yakni sebesar 7,5 juta metrik ton (MT), meliputi 800 ribu MT untuk non-subsidi dan 6,450 juta MT untuk subsidi, sebagaimana telah ditentukan dalam APBN.
"Total kita impor 70 persen dari domestik baik dari kilang maupun kilang swasta itu total 30 persen. Semua enggak dari Aramco, tapi semua impor, semua dari Timur Tengah," jelas dia.
Tahun depan diprediksi kebutuhan LPG akan naik 5 persen. Pasalnya didorong oleh naiknya ekonomi yang akan menggerek angka konsumsi. Selain itu, pemerintah melakukan konversi BBM untuk kapal nelayan 5 Gross Ton (GT). "Itu kan dikonversi juga ke LPG. Itu kan artinya tetap ada pertumbuhan," ucapnya.
Selain itu, diharapkan volume permintaan LPG non-subsidi bisa meningkat 2-4 persen dari 800 ribu MT. "Bisa 2-4 persen udah cukup bagus kalau itu terjadi. Itu kan tahap awal baru penetrasi," ungkapnya.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Alexander Haryanto