tirto.id - PT Bukit Asam Tbk, industri pertambangan yang bergerak di komoditas batu bara, ke depan memiliki visi dan misi bertransformasi menjadi perusahaan energi. Hal ini disampaikan oleh Direktur Utama PT Aneka Tambang (Antam) Arie Prabowo Ariotedjodi kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada Jumat (24/11/2017).
“Kita lihat visi misi Bukit Asam ke depan adalah menjadi perusahaan energi. In the past, mereka adalah perusahaan batu bara atau pertambangan, tapi sekarang sudah proses transformasi menjadi perusahaan energi,” kata Arie.
Arie mengatakan ada dua power plant yang saat ini dilakukan oleh PT Aneka Tambang (Antam) Tbk, yaitu power plant di Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, dengan nilai investasi Rp3 triliun. Kedua, power plant di smelter Halmahera Timur dengan kebutuhan aliran listrik sekitar 100 MW. Adanya sinergi holding pertambangan BUMN, membuat proyek tersebut dapat diambil-alihkan ke perusahaan yang memiliki kemampuan.
“Katakanlah, power plant yang di Pomalaa ini kita spin off, sehingga nanti ditangani oleh Bukit Asam. Walaupun nanti dalam Antam tersebut, anggota holding ini mungkin mempunyai share (bagian) juga di situ. Katakanlah Antam mungkin tetap punya (saham) 25 persen,” ucap Arie.
Pengelolaan diberikan ke PT Bukit Asam karena dianggap memiliki kompetensi lebih dibandingkan lainnya, untuk menciptakan kinerja yang efisien. Sementara sharing economy-nya saat ini masih diperhitungkan.
Adanya holding pertambangan, diungkapkannya akan ada share services. Selain contoh spin off power plant tersebut, di bidang informasi dan teknologi (IT) bisa saja nanti akan diciptakan server yang sistemnya dapat terintegrasi antar empat perusahaan holding.
Direktur Utama PT Bukit AsamArviyan Arifin menyebutkan bahwa holding pertambangan ini memungkinkan sekali secara efisien untuk melakukan sharing knowledge dan financial capability di antara perusahaan holding pertambangan. Tiga perusahaan tambang BUMN yakni PT Aneka Tambang (Antam) Tbk, PT Bukit Asam Tbk dan PT Timah Tbk saat ini tergabung dalam satu induk perusahaan (holding) yakni PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) Tbk.
“Untuk penambangan underground mining, PT Timah enggak pernah mengerjakan, tapi Antam pernah mengerjakan. Tentu kita akan sharing knowledge untuk karyawan-karyawan Timah. Antam yang tidak pernah melakukan penambangan lepas pantai, sedangkan Bukit Asam telah melakukan penambangan lepas pantai. Jadi, Bukit Asam bisa membantu,” jelasnya.
Holding pertambangan efektif resmi berjalan, yaitu setelah ditandatanganinya akta pengalihan saham (inbreng) oleh Menteri BUMN Rini Soemarno dan disepakati para pemegang saham di Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 29 November mendatang. Arviyan berharap hal pertama yang dapat dilakukan pihaknya adalah mengekspansi pertambangan batu bara dalam negeri yang baru sekitar 10 persen, sisanya 90 persen dikuasai swasta.
“Sesuai amanah undang-undang, negara bisa menguasai sumber daya alam batubara dan mineral lebih banyak,” ucapnya.
Hilirisasibatubara sangat besar manfaatnya untuk dapat dijadikan energi. Hilirisasi lebihmendalambatu bara dapat menghasilkan gas, kemudian dari gas biasdigunakan untuk produksi pupuk, LPG (Liquified Petroleum Gas), petrokimia.
“Kalau Antam memerlukan listrik untuk support smelter-nya, Bukit Asam bisa membangun PLTU-nya. Inalum juga kalau perlu listrik, kita bisa support. Kenapa? Karena kita punya bahan baku listriknya yang relatively sangat kita kuasain,” ungkapnya.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Maya Saputri