Menuju konten utama

PSBB Jabar Tidak akan Diperpanjang, Angka Penularan Diklaim Turun

Pemprov Jabar berencana tidak memperpanjang PSBB skala provinsi yang berlangsung di daerah itu sampai 19 Mei 2020. Ada 63 persen wilayah Jabar yang dinilai layak mendapat relaksasi usai PSBB.

PSBB Jabar Tidak akan Diperpanjang, Angka Penularan Diklaim Turun
Petugas gabungan memasang plang pemberitahuan pemeriksaan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jalan Laks. Laut RE Martadinata, Purwakarta, Jawa Barat, Senin (11/5/2020). ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar/wsj.

tirto.id - Pemberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) skala provinsi di Jawa Barat tidak akan diperpanjang sehingga hanya akan berlangsung selama 14 hari, pada 6-19 Mei 2020.

Informasi ini disampaikan oleh Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum pada sela-sela acara pelepasan distribusi bantuan sosial di Garut, Selasa (12/5/2020).

Menurut Uu, rapat Gugus Tugas Covid-19 Jabar telah menyepakati bahwa pemberlakuan PSBB di Provinsi Jawa Barat hanya akan berlangsung sampai 19 Mei mendatang.

"Meski [PSBB] ini baru berjalan sepekan, tetapi nampaknya dari hasil rapat gugus tugas kemarin, PSBB di Jabar tidak akan diperpanjang. Banyak faktor pertimbangannya," kata Uu seperti dikutip dari siaran resmi di laman Pemprov Jabar.

Kata dia, setelah masa pemberlakuan PSBB skala provinsi di Jawa Barat selesai pada 19 Mei 2020, Pemprov Jabar akan melakukan evaluasi, terutama untuk melihat penyebaran kasus Covid-19.

"Pada tanggal ditentukan selesai, tinggal evaluasi," ujar Uu.

Dia mengklaim setelah PSBB berlaku, seperti di Bodebek dan Bandung Raya, penyebaran Covid-19 menurun, bahkan beberapa hari tidak ditemukan kasus baru di sejumlah wilayah.

"Setelah PSBB di provinsi, semakin melambat, bahkan beberapa hari ada yang nihil, termasuk di Garut sudah 16 hari tak ada penambahan," ujar Uu.

Hasil Evaluasi PSBB Jawa Barat: Angka Penularan Turun

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengklaim proses evaluasi terhadap pemberlakuan PSBB skala provinsi di Jabar menunjukkan hasil positif, karena berhasil menekan angka penularan Covid-19.

Kesimpulan itu, menurut Emil (sapaan Ridwan Kamil), merujuk pada data jumlah pasien COVID-19 di rumah sakit yang mengalami penurunan.

Selain itu, kata Emil, tingkat kematian juga dilaporkan turun. Sedangkan tingkat kesembuhan naik hampir dua kali lipat, sejak PSBB Jabar mulai diberlakukan pada Rabu, 6 Mei lalu.

"Saya laporkan per tanggal 12 Mei 2020, jumlah pasien di rumah sakit rata-rata di angka 350-an, ini turun dibandingkan akhir April yang sekitar 430," kata Emil di Bandung, pada hari ini, seperti dikutip dari Antara.

Emil menambahkan, data tingkat kematian pasien Covid-19 di Jawa Barat juga menurun, dari rata-rata tujuh menjadi empat pasien per-hari. Selain itu, tingkat kecepatan penularan virus corona pun dilaporkan turun, dari indeks 3 sebelum PSBB menjadi 0,86 setelah kebijakan itu berlaku.

Perkembangan tersebut, lanjut Emil, terjadi karena ada pelarangan mudik dan penyelenggaraan PSBB yang diperketat.

"Sekarang mudik dilarang, PSBB diketatkan, turun jadi 0,86 indeksnya. Artinya kalau indeksnya 1, satu pasien menularkan ke satu orang, kalau indeksnya 3, satu pasien dalam sehari bisa menular ke tiga orang," jelas Emil.

"Hari ini kami [Jawa Barat] sudah di [indeks] 0,86 yang artinya satu pasien menularkan ke satu orangnya mungkin di dua hari [bukan dalam sehari]," tambah Emil.

Berdasarkan perkiraan Emil, saat ini ada 63 persen wilayah Jawa Barat yang mungkin memperoleh pelonggaran aturan PSBB. Namun, perkembangan di 37 persen wilayah lainnya masih perlu untuk diwaspadai karena pergerakan data kasus Covid-19 di daerah-daerah itu belum masuk level aman.

"Yang 63 persen punya potensi untuk dilakukan relaksasi pasca-PSBB, karena data menunjukkan pergerakan tidak ada di 63 persen wilayah Jawa Barat itu, maka 63 persen ini kemungkinan bisa kembali ke situasi yang lebih normal setelah kami lakukan evaluasi," ujar Emil.

Namun, kata Emil, Pemprov Jabar masih khawatir ada penularan virus yang tinggi jika pembatasan di sektor transportasi publik diperlonggar. Sebab, ada kemungkinan hal itu memicu arus pemudik.

"Kami khawatir untuk relaksasi di transportasi publik, karena takut ditunggangi pemudik-pemudik dan oleh para OTG [Orang Tanpa Gejala], karena data menunjukkan dari terminal dan stasiun yang kami tes ada satu persen mereka yang dites ini positif," jelas Emil.

Baca juga artikel terkait PSBB atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Agung DH