tirto.id - Proyek pembangunan berbasis Transit Oriented Development (TOD) makin diminati sejumlah perusahaan pelat merah. Awal pekan lalu, BUMN kembali menggelar ground breaking proyek rusun terintegrasi di lahan milik Kereta Api Indonesia, yakni Stasiun Rawa Buntu, Stasiun Jurangmangu, dan Stasiun Cisauk.
Perusahaan yang terlibat dalam proyek itu adalah Perum Perumahan Nasional (Perumnas), PT Hutama Karya dan PT Adhi Karya TBK. Perumnas menggarap hunian di Stasiun Rawa Buntu, sementara Hutama Karya dan Adhi Karya masing-masing mendapatkan jatah proyek di Stasiun Jurang Mangu dan Stasiun Cisauk.
Menteri BUMN Rini Soemarno menyampaikan, 30 persen hunian terintegrasi stasiun itu bakal diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Tujuannya, memudahkan masyarakat beraktivitas tanpa menggunakan kendaraan pribadi.
“Kami mengutamakan memang masyarakat dapat memanfaatkan transportasi publik, sehingga jumlah kendaraan bermotor dapat berkurang, juga mengurangi angka perjalanan, dan polusi,” kata Rini usai ground breaking hunian TOD Stasiun Rawa Buntu, Stasiun Jurangmangu, dan Stasiun Cisauk, Senin (10/2/2018).
Jauh sebelum ground breaking itu dilakukan, pemerintah sebenarnya sudah menggarap beberapa hunian yang terintegrasi dengan stasiun KAI.
Berdasarkan penelusuran Tirto, setidaknya ada 6 proyek yang digarap, yakni TOD Stasiun Juanda, Tanah Abang, Pasar Senen, Pondok Cina, Tanjung Barat, dan Bogor. Semua proyek ini digarap oleh BUMN dan nihil keterlibatan swasta.
Dua proyek di antaranya, yakni di Stasiun Tanjung Barat dan Stasiun Rawa Buntu digarap Perumnas. Sementara lima proyek lainnya digarap PT Pembangunan Perumahan TBK (PP) dan PT Wika Wijaya.
Rinciannya: proyek di Stasiun Bogor dan Pasar Senen digarap oleh PT Wika Wijaya, sementara di Stasiun Juanda dan Tanah Abang dibangun oleh PP. Sisanya, hunian berkonsep TOD di Stasiun Manggarai, dibangun bersama antara PP dan Wika dengan skema kemitraan.
Meski menjanjikan dari sisi investasi, tapi proyek hunian berkonsep TOD yang sudah di-ground breaking masih banyak yang belum berdiri. Hamparan tanah milik KAI yang berlokasi tepat di depan stasiun Juanda, misalnya, masih nihil alat berat.
Hal serupa juga ditemui reporter Tirto saat mengecek lokasi proyek TOD di Tanah Abang dan Stasiun Senen.
Terkait hal ini, Rini beralasan belum dimulainya pembangunan disebabkan oleh perkara lahan.
“Di Juanda dan Senen, kami juga masih menunggu izin dari DKI. Gubernur DKI sudah bersedia untuk duduk bersama dalam mempercepat izin-izin,” kata dia.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PM-PTSP) DKI Jakarta, Edi Junaedi menyampaikan masalah perizinan beberapa hunian berkonsep TOD itu memang belum rampung, kendati telah di-ground breaking.
Secara administratif, kata dia, sejumlah persyaratan belum terpenuhi oleh beberapa perusahaan yang menangani proyek itu. Padahal tanah yang digunakan untuk pembangunan adalah milik BUMN PT KAI.
“Iya [izin mendirikan bangunan] memang belum keluar,” kata dia saat dikonfirmasi reporter Tirto.
Jika mengacu pada persyaratan pengurusan izin mendirikan bangunan di PTSP, kemungkinan besar pembangunan tersebut masih akan mangkrak untuk waktu cukup lama.
Sebab, Izin Pelaksana Teknis Bangunan masih belum selesai diurus. Padahal proyek tersebut telah satu tahun lebih di-ground-breaking. “Ini baru tahap konsultasi teknis,” kata Edi.
Sementara itu, Direktur Jenderal Penyedia Perumahan Kementerian PUPR, Khalawi Abdul Hamid menyampaikan pemerintah pusat telah meminta beberapa kepala daerah untuk mempercepat proses perizinan pembangunan rusun yang akan "nempel" dengan stasiun tersebut.
Selama ini, kata dia, pemerintah pusat mendorong kepala daerah untuk menyampaikan apa saja kekurangan-kekurangan dari sisi persyaratan yang perlu dipenuhi. Di antaranya, ujar dia, desain bangunan hunian terintegrasi di tiga stasiun guna memastikan keselamatan perjalanan KRL yang sedang dipelajari oleh Kementerian Perhubungan.
“Tentu dengan daerah kami coba nanti komunikasi. Nanti kalau ada masalah sudah kami sampaikan, akan difasilitasi,” kata dia.
“Kami, kan, juga memfasilitasi kalau ada bottle neck untuk perizinan. Karena pusat juga, kan, menghendaki perizinan itu supaya investasi khususnya properti harus dipermudah, dipercepat prosesnya,” kata Khalawi.
Monopoli BUMN?
Soal proyek TOD yang digarap oleh BUMN, Khalawi menyampaikan hal itu sebagai sesuatu yang wajar. Sebab, kata dia, konsep tersebut memang baru di Indonesia. Skema kerja sama atau mengundang keterlibatan swasta secara penuh juga belum memadai.
"Kami positif saja bahwa [Kementerian] Perhubungan sudah mulai menginisiasi yang pertama yang bisa digedor itu yang dibawahnya dulu yang fixed untuk TOD ini. Kami lagi nyusun juga skema TOD yang ada di Indonesia. Saya kira awal-awal ini sudah bagus untuk menginisiasi,” kata dia.
Khalawi berharap, dominasi BUMN dalam proyek ini dapat memicu swasta untuk membangun hunian dengan konsep serupa. Sebab, kata dia, keterlibatan swasta juga dibutuhkan untuk membantu pemerintah dalam mewujudkan program satu juta rumah.
Karena itu, kata Khalawi “tidak ada monopoli itu. Karena yang dilakukan pemerintah ini sedang menyiapkan konsep TOD, baik dengan KPBU [Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha] maupu swasta murni.”
Meski demikian, ia juga mewanti-wanti swasta yang ingin terlibat dalam pembangunan proyek TOD memberikan kuota hunian sebanyak 30 persen bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
“Sinar Mas, misalnya, juga dia bilang ke saya punya beberapa tanah dan tertarik dengan TOD. Tapi tanahnya jauh dari stasiun. Saya bilang boleh asalkan mereka sediakan bus feeder dari rusun ke stasiun,” kata Khalawi.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Abdul Aziz