tirto.id - Sejumlah proyek infrastruktur pemerintah di tahun ini dipastikan bakal molor karena mengalami penundaan. Ini terjadi sebab pemerintah mengalihkan anggaran proyek non-prioritas untuk penanganan COVID-19.
Dirjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Hedy Rahadian mengatakan, hingga saat ini penyisiran anggaran masih dilakukan terutama kepada proyek yang belum masuk tender.
Ia belum dapat menyebutkan proyek mana saja yang akan terdampak. Tapi berdasarkan hitungan sementara, ada sekitar Rp8 triliun anggaran proyek dan non proyek yang bisa direalokasi dari direktoratnya.
"Masih assessment [proyek dan anggarannya]," ucap Hedy ketika dihubungi Tirto, Jumat malam (3/4/2020).
Hedy menuturkan, realokasi anggaran tak hanya menyasar proyek-proyek Pulau Jawa, melainkan juga luar Jawa. Namun, ia memastikan proyek jalan tol tidak akan terganggu. "Kalau jalan tol lanjut terus," sambung Hedy.
Tahun ini, Ditjen Bina Marga sendiri memiliki pagu anggaran mencapai Rp42,95 triliun. Duit itu digunakan antara lain untuk pembangunan infrastruktur jalan sebesar Rp28,97 triliun serta infrastruktur jembatan Rp9,47 triliun.
Anggaran infrastruktur yang dialihkan untuk penanggulangan COVID-19 juga tak hanya dari proyek yang dibiayai dari APBN, tapi juga proyek yang dibiayai Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Ada pun keputusan proyek apa saja yang nantinya akan dialihkan alokasi anggarannya akan diumumkan langsung oleh Menteri PUPR Basuki Hadimuljono.
Ibu Kota Baru
Anggota Komisi XI DPR RI, Melkias Marcus Mekeng mengatakan, banyak dana yang bisa dialihkan dari proyek-proyek Kementerian PUPR di masa darurat ini.
Selain dari Ditjen Bina Marga, realokasi anggaran PUPR lainnya bisa berasal dari pagu anggaran Ditjen Cipta Karya (yang mencapai Rp22 triliun), Ditjen Sumber Daya Air (Rp43,9 triliun), serta Ditjen Penyediaan Perumahan (Rp8 triliun).
Ia juga sempat meminta pemerintah menunda rencana anggaran untuk pembangunan infrastruktur dasar di Ibu Kota Baru yang rencananya akan dialokasikan dari pagu Ditjen Cipta Karya.
"Ini bisa direalokasikan sesuai dengan prioritas kegiatannya untuk menambah anggaran di fungsi kesehatan dan perlindungan sosial,” kata Mekeng di Jakarta, Senin lalu (30/3/2020).
Terkait hal tersebut, Dirjen Cipta Karya Danis Sumadilaga menegaskan bahwa rencana penganggaran Rp86 miliar pembangunan jalan dan prasarana di Ibu Kota Negara baru belum diputuskan.
Ia bilang, anggaran tersebut memang tidak masuk dalam Rencana Kerja Anggaran PUPR tahun 2020 melainkan baru akan diadakan jika anggaran sejumlah proyek PUPR bisa ditekan atau dioptimalkan. "Belum ada keputusan itu, nanti Pak Basuki yang umumkan," tutur Danis melalui sambungan telepon, Sabtu (4/4/2020).
Direktoratnya sendiri masih terus mengevaluasi pagu anggaran mana yang bisa dialihkan untuk penanganan COVID-19. "Kami sedang merealokasi lebih dari empat triliun, Rp4,2 triliun," terangnya
Proyek-proyek yang skala prioritasnya rendah, imbuh Danis, otomatis akan ditunda atau diubah jangka waktu pengerjaannya dari single years menjadi multiyears. Di samping itu, Kementerian PUPR juga merealokasi anggaran perjalan dinas, pelatihan hingga workhsop.
"Tapi di luar itu, yang pasti proyek infrastruktur berbasis masyarakat (cash for work) masih jalan," urainya. Program tersebut antara lain Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3TGAI) Pembangunan Inftastruktur Sosisal Ekonomi (PISEW) hingga Bantuan Stimulus Perumahan Swadaya (BSPS).
Efek Samping Penundaan Proyek
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara memandang, pengalihan alokasi anggaran infrastruktur untuk penanganan corona dipandang cukup tepat.
Ia bilang, pemerintah tak akan rugi sebab infrastruktur berpotensi tak optimal justru ketika dikebut di masa sekarang.
"Jika infrastruktur dipaksakan di tengah penurunan produksi manufaktur dan daya beli masyarakat, maka utilitas pemanfaatan infrastruktur akan sangat rendah. Misalnya keterisian kursi kereta Bandara Soekarno-Hatta yang berada di bawah 30 persen," terang dia.
Meski demikian, pengalihan anggarah infrastruktur tentu bukan tanpa efek samping. Ada banyak tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya pada proyek yang berjalan, kata Bhima. Terhentinya proyek, berarti berarti pula berrhentinya sumber pemasukan mereka.
Mandeknya pembangunan infrastruktur memang mengganggu hajat jutaan orang. Tak hanya para pengusaha serta pekerja konstruksi, melainkan juga UMKM seperti warung makan yang meraup untung di dekat lokasi proyek.
Sekjen BPP Gapensi Andi Rukman N. Karumpa menyampaikan sejumlah masukan kepada pemerintah apabila akhirnya diambil keputusan yang bisa berdampak pada kelangsungan proyek infrastruktur.
Terkait pekerjaan yang sedang berjalan, pemerintah dipandang perlu mengeluarkan payung hukum untuk memberikan perpanjangan waktu penyelesaian pekerjaan hingga melampaui tahun anggaran.
"Termasuk meniadakan denda keterlambatan pekerjaan dampak pandemi," kata Andi dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Kemarin (4/4/2020).
Kedua, ia meminta penyesuaian harga satuan item pekerjaan dengan memberikan adendum biaya tambah atau dengan rescoping (pengurangan item pekerjaan).
"Kemudian ketiga memberikan biaya tambah kepada penyedia jasa untuk melakukan pengadaan APD dan melakukan SOP sesuai dengan protokol pencegahan covid-19 di setiap proyek sesuai pedoman dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dimana proyek terselenggara," tandasnya.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Hendra Friana