tirto.id - Proyek Lintas Raya Terpadu (LRT) Jabodebek menjadi sorotan di tengah jadwal operasionalnya pada Agustus 2023 mendatang. Proyek yang dibangun pada 2016 ini, dinilai tidak sesuai dengan perencanaan.
Salah satunya desain jembatan lengkung penghubung Gatsu- Kuningan. Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo menilai jembatan LRT Gatsu-Kuningan seharusnya dibuat lebih lebar agar kereta dapat melaju dengan optimal. Konstruksi jembatan saat ini menyebabkan LRT harus berbelok dengan kecepatan yang rendah sekitar 20 kilometer per jam saat melewati jembatan.
"Itu salah desain karena dulu Adhi sudah bangun jembatannya," ujar Tiko beberapa waktu lalu.
Jembatan lengkung LRT dibangun di atas flyover Tol Dalam Kota dan membentang sepanjang 148 meter. Longspan LRT ini memiliki radius lengkung 115 meter serta menggunakan beton seberat 9.688,8 ton. Karena panjang dan rancangannya yang presisi, lengkung LRT itu sempat menuai pujian dari banyak pihak, termasuk dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Lengkung LRT sebelumnya sempat mendapatkan rekor Museum Rekor-Dunia Indonesia (Muri). Ini setelah berhasil membuat jembatan terpanjang di Indonesia bahkan mungkin di dunia, terlebih konstruksinya dikerjakan oleh para engineer anak bangsa.
Proses pembangunannya dilakukan dengan metode balanced cantilever. Artinya, strukturnya dibangun dengan memanfaatkan efek keseimbangan yang membuat struktur dapat berdiri dan menahan beban sangat berat tanpa ditopang penyangga sementara.
Dengan memanfaat efek keseimbangan, selama pembangunan lengkung LRT, tidak membutuhkan pier tiang penyangga di tengah. Terlebih penggunaan pier tidak memungkinkan karena lengkung LRT ini berdiri tepat di atas jalan Tol Dalam Kota dan jalan protokol di bawahnya sehingga sangat sempit. Dari sisi estetika, penggunaan tiang di tengah-tengah juga dinilai kurang bagus.
"Kalau lihat longspan dari Gatot Subroto ke Kuningan kan ada jembatan besar, itu sebenarnya salah desain," kritik Tiko.
Selain masalah tikungan, Tiko juga menyoroti spesifikasi kereta yang berbeda-beda disetiap rangkaian. Itu membuat sistem perangkat lunak (software) harus diperbaiki dan membuat biayanya menjadi lebih tinggi.
Kesalahan koordinasi antara pihak yang menggarap proyek sering kali terjadi di Indonesia. Karena itu, menjadi tantangan yang harus diperbaiki ke depannya.
"Karena prasarananya waktu dibangun tidak ngobrol dengan spek sarananya. Di Indonesia banyak terjadi begini. Tapi ya itulah, bagian dari belajar, ini harus kita beresin satu-satu," kata dia.
Sudah Sesuai Rekomendasi
Berbeda dengan Tiko, Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi melihat tidak ada masalah dengan rencana pembangun atau desain LRT Jabodebek. Dia menilai desain maupun hasil pekerjaan telah mendapatkan persetujuan dan sertifikasi dari Komite Keselamatan Jembatan dan Terowongan Jalan (KKJTJ) Kementerian PUPR.
Selain itu, seluruh pekerjaan dari proyek ini juga telah dilakukan pengujian oleh Kemenhub melalui Ditjen Perkeretaapian (DJKA), serta telah mendapatkan penilaian sistem manajemen keselamatan perkeretaapian.
“Untuk suatu karya baru anak bangsa, ini termasuk luar biasa. Jadi dibuat oleh orang Indonesia dan driverless. Untuk membangun ini memang banyak tantangan yang dilalui,” ujar Budi dalam keterangan persnya.
Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Penguatan Kewilayahan MTI Pusat, Djoko Setijowarno menilai, pembangunan jembatan lengkung memang sudah sesuai dengan rekomendasi dari Komisi Jembatan dan Terowongan Kementerian PUPR. Karena logikanya, jika dari awal perencanaan itu salah, maka tidak ada izin sertifikasi dari PUPR.
"Rekomendasinya kalau itu jalur itu tidak layak, maka tidak dikeluarkan sertifikat. Jika dilihat layak baru sertifikatnya dikeluarkan setelah itu baru keretanya boleh lewat.Sekarang sudah dikeluarkan dan dinyatakan layak," ujarnya kepada Tirto, Jumat (4/8/2023).
Masalah kecepatan, Djoko menilai seharusnya tidak perlu dipermasalahkan. Dia menuturkan, kecepatan rendah saat melewati jembatan lengkung sangat wajar.
"Ini dibangun di kawasan perkotaan yang lahannya terbatas. Tidak mungkin membangun rel dengan radius cukup besar karena keterbatasan," ujarnya.
Dia menuturkan, desain lengkungan jembatan layang LRT sudah berdasarkan hitungan sehingga masuk dalam kategori yang diizinkan.
"Kenapa pelan? karena dia makin kecil radiusnya tentunya kecepatannya juga tidak boleh tinggi itu ada batas maksimalnya kalau tidak dia akan terpental. Berapa kecepatan disitu itu sudah diketahui masinis. Lengkungan berapa selama itu sudah masuk itu aman," pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran), Deddy Herlambang menilai persoalan LRT Jabodebek saat ini bukan pada perencanaan buruk atau tidaknya. Karena secara desain dan perencanaan sudah wajar.
"Ini karena ruang terbatas mau dibuat apapun akan memakan size orang lain makanya dibuat memang curam radius 115 ini," ujarnya kepada Tirto.
Deddy juga tidak mempersoalkan masalah kecepatan saat melintasi tikungan tersebut. Karena secara desain memang dibuat seperti itu,
"Jadi menurut saya tidak masalah pelan-pelan. Jadi maksimal sekitar 60 km per jam LRT," ujarnya.
Lebih lanjut, Deddy menuturkan yang saat ini perlu menjadi PR bersama yaitu sinkronisasi software dalam sistem operasionalnya. Menurutnya itu menjadi penting agar operasional dilakukan seluruh sistem terkoneksi dengan baik.
"Jadi karena memang ada perbedaan produk atau spesifikasi setiap sarana, jadi sulit integrasi antar sistem perlu kalibrasi lama. Ini harus dituntaskan kalau ini integrasi sistem ini tidak bisa Agustus jangan dipaksakan," ujarnya.
Diredam Jokowi
Dari permasalahan LRT, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan pemerintah akan melakukan koreksi jika ditemukan kekurangan pada proyek LRT. Termasuk salah satunya persoalan jembatan lengkung bentang panjang (longspan) yang menghubungkan Jalan Gatot Subroto dan Kuningan yang dinilai salah desain.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu meminta agar setiap pihak tidak langsung mengharapkan LRT menjadi proyek yang sempurna karena akan terus ada perbaikan sistem dan perbaikan lainnya yang bersifat teknis.
“Sehingga apabila ada kekurangan, ada yang perlu dikoreksi sehingga itu wajar,” ujar Jokowi di Stasiun LRT Jabodebek Dukuh Atas, Jakarta, Kamis (3/8/2023) dilansir dari Antara.
Jokowi pun meredam persoalan tersebut dengan meminta semua pihak tidak perlu sengaja mencari-cari kesalahan terkait proyek pembangunan LRT Jabodebek ini.
"Kalau ada koreksi akan kami perbaiki, tetapi jangan senang mencari-cari kesalahan karena kesalahan pasti ada karena baru pertama kali," ujarnya.
Pemerintah, kata Jokowi terus memastikan aspek keselamatan dan kenyamanan masyarakat saat mencoba LRT menjadi aspek utama. Jokowi juga menegaskan jadwal pengoperasian LRT untuk masyarakat tidak akan dilakukan secara tergesa-gesa.
“Urusan keamanan dan keselamatan harus kami tinjau betul. Jadi tidak usah tergesa-gesa untuk dioperasikan, tetapi semua urusan keamanan, kenyamanan, dan keselamatan harus diutamakan,” ujarnya.
Proyek LRT, sambungnya, dikerjakan oleh industri dalam negeri. Tingkat komponen dalam negeri (TKDN) untuk pengerjaan LRT lebih dari 60 persen. Rangkaian kereta LRT diproduksi BUMN PT INKA Persero, dan prasarana LRT dikerjakan PT Adhi Karya Persero Tbk. (ADHI).
Jokowi berharap setelah LRT beroperasi, maka kemacetan di DKI Jakarta dan kota-kota penyangga akan terurai. Pengoperasian LRT pun, ujar Jokowi, akan diperluas, tidak hanya LRT Lintas Cibubur, namun ke arah Bekasi, dan Tangerang. Selain itu, Stasiun LRT Dukuh Atas, kata Jokowi, juga akan menjadi hub pertemuan moda transportasi MRT, KRL, kereta bandara, dan bus Transjakarta.
“Ini akan menjadi sebuah titik sentral bagi semua moda transportasi yang ada di Jakarta,” tutupnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin