Menuju konten utama

Program Rastra Hilang Sejak Mei 2019, Bulog Klaim Bakal Merugi

Bulog mengklaim bakal merugi, karena program Bantuan Pangan Non Tunai mulai 2019 tak melibatkan Bulog.

Program Rastra Hilang Sejak Mei 2019, Bulog Klaim Bakal Merugi
Direktur Pengembangan Bisnis dan Industri Bulog Imam Subowo meninjau gudang beras Divre Cirebon Jawa Barat pada Jumat (3/5). tirto.id/Vincent

tirto.id - Perum Bulog mulai berhenti menyalurkan Beras Sejahtera (Rastra) pada Mei 2019 menyusul program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

Hal ini diperkirakan menimbulkan kerugian lantaran sejumlah besar stok beras Bulog kehilangan sasaran penyalurannya.

Direktur Pengembangan Bisnis dan Industri, Bulog, Imam Subowo mengatakan, kerugian Bulog berasal dari beban biaya penyimpanan yang harus ditanggung, karena ada kewajiban menyerap beras petani. Namun, pada saat yang sama tugas penyaluran Bulog justru berkurang.

"Ada kerugian ya iya lah. Beras kami simpan ada biayanya. Kalau kami hitung, beras ada tapi gak keluar-keluar ya kami bisa gak hanya rugi. Itu [penyimpanan] jadi biaya," ucap Imam kepada reporter Tirto di sela kunjungan rice milling plant di Majalengka, Jawa Barat, Jumat (3/5/2019).

Imam juga mengatakan penyerapan beras oleh Bulog ini sebenarnya adalah penugasan pemerintah.

Tujuannya, kata dia, untuk menyediakan pasokan beras dalam pengendalian harga dan stok darurat saat ada bencana di suatu daerah.

Jumlah minimum penyerapan Bulog per tahunnya diperkirakan berada di kisaran 1,8 juta ton dari total produksi nasional 32 juta ton.

Namun, sejak hilangnya rastra, penyaluran yang semula berjumlah 3,2 juta ton pada 2015, kemudian turun jadi 2,7 juta ton pada 2016.

Jumlah ini, terus menyusut menjadi 2,5 juta ton pada 2017, lalu jadi 1,2 juta ton pada 2018, kemudian turun drastis pada 2019 menjadi hanya 354.825 ton.

"Idealnya kami diwajibkan untuk nyerap (beras). Kalau nyerap kan harus ada pengeluaran," imbuh Imam kepada wartawan di sela kunjungan ke gudang beras Bulog Divre Cirebon, Jawa Barat pada Jumat (3/5/2019).

Pada 2019, kata dia, ada sekitar 1,4 juta ton beras Bulog yang harus segera diputuskan keberadaannya.

Sebab, lanjut dia, dari total penyerapan 1,8 ton, Bulog hanya menyalurkan 350 ribu ton sebagai rastra terakhirnya pada 2019.

"Nyerapnya 1,8 ton. Tapi salurinnya baru yang pasti ada 350 ribu ton. Masih ada 1,4 jutaan [ton] yang belum jelas nyalurinnya ke mana," ucap Imam.

"Ini konsep stablisasi kemarin. Tentu saya gak tinggal diam," tambah Imam.

Imam menilai, Bulog bisa jadi bagian penyalut BPNT. Semula pengalut BPNT dibebaskan mencari pemasok beras.

Idealnya, kata dia, beras yang nantinya dibeli masyarakat dalam program BPNT menggunakan kartu dapat diambil dari Bulog.

"Kemensos inginnya supplier-nya bebas. Idealnya kami kan diwajibkan untuk nyerap harusnya ada bentuk pengeluarannya juga," kata Imam.

Kendati demikian, Imam mengaku telah menyiapkan sejumlah rencana yaitu melakukan perubahan pada bisnis Bulog sendiri.

Menurut dia, hilangnya beras rastra ini akan disikapi Bulog dengan bergerak ke arah komersial., yakni beras yang ada dilepas ke pasar.

Hal ini, kata dia, ditempuh karena Bulog tak lagi banyak memiliki kesempatan untuk melakukan penyaluran pada beras yang distandarkan pemerintah seperti rastra dulu.

"Harus ada perubahan karena penyaluran bansos rastra makin hilang. Tren industri pangan harus diikuti tentu kami tidak bisa seperti kemarin," ucap Imam.

"Kemarin kan tinggal nyalur sekarang orang cari beras lewat Bulog. Dulu orientasinya produk, sekarang orientasinya masyarakat [pembeli]. Dia butuhnya apa, pandan wangi ya harus itu. Gak bisa IR 64 atau IR 32," tambah Imam.

Baca juga artikel terkait BANTUAN PANGAN NON TUNAI atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali