tirto.id - Al-Farabi atau Abu Nashr Muhammad Ibnu Tarkhan Ibnu Ulzlag Al-Farabi merupakan filsuf Islam pertama. Selain bidang filsafat, tokoh ini juga ahli dalam ilmu matematika, musik, pengobatan, dan agama.
Menurut situs Muhammadiyah 8 Secondary School Bandung, ilmu yang dirintis Al-Farabi membawa peradaban Islam tumbuh secara pesat. Dari hasil pemikirannya, masyarakat Islam bisa memperoleh ilmu baru.
Secara garis besar, Al-Farabi menjabarkan keterkaitan antara agama Islam dengan filsafat politik zaman Yunani Klasik. Dengan begitu, lahir filsafat Islam yang relevan dengan permasalahan-permasalahan agama.
Lantas, bagaimana profil singkat Al-Farabi yang diklaim sebagai “Sang Filsuf Islam Pertama”?
Profil Singkat Al-Farabi, Ahli di Bidang Filsafat
Al-Farabi dilahirkan pada 872 Masehi di Farab, Kazakhstan. Pemberian nama tokoh ini diklaim berasal dari sebutan tempat kelahirannya di dunia, yakni Farab.
Berdasarkan catatan situs MI Ma’Arif Labschool, Al-Farabi punya ayah yang profesinya seorang tentara. Orang tuanya ini bergaris keturunan Persia. Sementara itu, ibu tokoh ini berdarah asli Turki.
Sebutan Al-Farabi dalam literatur bermacam. Di antaranya ada yang memanggil Alpharabius, Farabi, Al-Farabi, Abu Nasir, dan Abu Nasr Muhammad Ibn muhammad Ibn Tarkhan Uzalah Al-Farabi.
Pendidikan dan Kehidupannya
Ketika berusia dini, Al-Farabi sudah mempelajari Al-Quran, kesusastraan, tata bahasa, fiqih, tafsir, hadits, dan aritmatika dasar. Kemudian, ia mempelajari hal berbau musik di daerah Bukhara, Kazakhstan.
Setelah itu, Al-Farabi pergi ke daerah Baghdad untuk mempelajari ilmu-ilmu lainnya. Pada 920 M, ia pindah lagi ke Sirya bagian utara. Di tempat ini, Farabi memperoleh ilmu filsafat dengan cara belajar dari seorang filsuf, namanya Yuhana bin Jilad.
Pada 940 M, Farabi memutuskan pergi ke daerah Damaskus. Di tempat ini catatan kehidupan filsuf tersebut berakhir. Menurut Yamani dalam Filsafat Politik Islam Antara Al-Farabi dan Khomaeni (2002, hlm. 51), Al-Farabi wafat pada 950 Masehi.
Pemikiran dan Karya Al-Farabi
Semasa hidup, Al-Farabi menghadapi kondisi sosial politik yang terbilang tak stabil. Dengan begitu, wajar jika pemikirannya lebih fokus ke perpolitikan. Ia sempat menghubungkan filsafat politik Yunani kuno dengan ilmu keagamaan.
Tujuannya kala itu adalah menjabarkan tentang kriteria negara dengan pemerintahan yang masuk kategori ideal. Kehebatan Al-Farabi dalam pemikiran membuat dirinya disebut sebagai guru kedua setelah Aristoteles (filsuf Yunani).
Karya yang terkenal di bidang pemerintahan adalah Al-Madinah Al-Fadhilah. Selain filsafat politik yang dihubungkan dengan agama, ada juga substudi lain yang disampaikan Al-Farabi. Di antaranya ada filsafat logika, filsafat kenabian, dan filsafat metafisika.
Selain itu, ia juga sempat menulis karya tentang ilmu musik, yakni Kitabal-Musiqa. Berkat ilmu musiknya, Al-Farabi memperoleh julukan sebagai penemu not/nada dasar musik. Bukan hanya dua karya tersebut, ada juga berbagai macam karya lain yang hadir sebagai hasil pemikiran Al-Farabi.
Di antaranya ada Statistik Ilmu (Ihsaha’aul ‘Ulum), Musik Besar (Al-Musiqi Al-Qabir), Keselarasan Pikiran Plato dan Aristoteles (Al-jam’bain Ra’yai Al-hakimain Aflatun Al-ilahi wa Ariestuthalis), dan masih banyak lagi.
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Yulaika Ramadhani