tirto.id - Produksi batu bara dalam negeri tahun 2019 berada di kisaran 610 juta ton atau melonjak dari tahun 2018 yang hanya berkisar 557 juta ton.
Realisasi produksi batu bara tahun lalu juga tercatat yang paling tinggi dalam lima tahun terakhir, ketika sepanjang 2014-2017 hanya di kisaran 450-an juta ton.
Meski demikian, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif tak terlalu gembira dengan capaian tersebut.
Pasalnya, angka produksi itu jauh kelewat dari target pemerintah di angka 489 juta ton. Menurut Arifin, pelaku industri batu bara perlu lebih berhati-hati sebab produksi berlebihan bisa membuat harga komoditas ini jatuh.
Pendapatan negara dari sumber daya alam bisa menurun dan imbasnya malah menimbulkan kerugian.
“Alokasi produksi 2019 itu di bawah 500 juta ton tapi pelaksanaannya banyak yang melebihi. Kami tidak ingin produksi besar-besaran karena menyebabkan harga komoditas jatuh. Yang rugi nanti negara juga,” ucap Arifin dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (9/1/2020).
Arifin bilang saat produksi batu bara naik drastic seperti itu ia malah menemukan ironi. Pasalnya, pemanfaatan batu bara domestic hanya 138 juta ton dari total 610 juta ton.
Artinya, sebagian besar batu bara yang lebih dari target produksi dijual ke luar negeri. Belum lagi, konsumsi batu bara domestik hanya lebih 10 juta ton dari target 128 juta ton.
“Penjualan dalam negeri masih di bawah target,” terang Arifin.
Diperketat
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono, mengatakan, tingginya produksi disebabkan banyak perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) meningkatkan produksinya.
Masalahnya sekitar 1.000 perusahaan itu ada di bawah pengawasan daerah.
Tahun 2020, kata Bambang, pemerintah akan memperketat penjualan batu bara dengan memastikan peningkatan pengawasan melalui MOMS (Minerba Online Monitoring System).
Per tahun 2020, pemerintah menargetkan produksi batu bara di kisaran 550 juta ton dan konsumsi dalam negeri di kisaran 155 juta ton.
“Rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) tercatat di moms sehingga perusahaaan yang jual lebih dari RKAB akan terpotong sendiri,” ucap Bambang.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana