Menuju konten utama

Presidium Alumni 212: Penetapan Zulkifli Jadi Tersangka Tidak Adil

Slamet Maarif mendesak kepolisian bersikap adil dalam menangani kasus dugaan ujaran kebencian yang melibatkan Zulkifli Muhammad Ali sebagai tersangka.

Presidium Alumni 212: Penetapan Zulkifli Jadi Tersangka Tidak Adil
Zulfkifli Muhammad Ali. FOTO/Istimewa.

tirto.id - Ketua Presidium Alumni 212, Slamet Maarif menuding penetapan Zulkifli Muhammad Ali sebagai tersangka ujaran kebencian oleh kepolisian merupakan bentuk ketidakadilan.

"Kami sangat menyayangkan. Kalau terus berkembang, akan menjadi bola api yang terus membesar," kata Slamet di Gedung Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, pada Kamis (18/1/2018).

Kedatangan Slamet di Bareskrim Polri untuk mendampingi Zulkifli yang hari ini diperiksa sebagai tersangka kasus ujaran kebencian. Kasus ini berdasar laporan polisi nomor LP/1240/XI/2017/Bareskrim, tanggal 21 November 2017 lalu.

Slamet menilai bahwa tindakan polisi, yang dalam kurun waktu kurang dari 2 bulan usai laporan muncul telah menetapkan Zulkifli sebagai tersangka, merupakan bentuk ketidakadilan. "Oleh karenanya, kepada aparat hukum, berlaku adil lah," kata dia.

Slamet juga menuding ada motif lain di balik cepatnya proses penanganan laporan yang mengadukan Zulkifli. Dia menilai penetapan tersangka berkaitan dengan status Zulkifli sebagai bagian dari Aksi Bela Islam 212. Slamet curiga ada upaya kriminalisasi terhadap alumni 212 guna kepentingan Pilkada 2018 dan Pilpres 2019.

"Gerakan-gerakan kita dianggap lawan politik oleh mereka (polisi dan pemerintah). Gerakan kita dianggap lawan politik oleh rezim yang bisa membahayakan urusan politik 2019," kata Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI) tersebut.

Ia membandingkan kinerja polisi dalam memproses laporan terkait dengan politikus Nasdem, Viktor Laiskodat, yang juga diadukan pada kasus ujaran kebencian. Status Viktor dalam kasus dugaan ujaran kebencian ini memang masih belum menjadi tersangka. Namanya terseret di kasus ini usai dilaporkan pada 5 bulan lalu. Polisi beralasan harus menunggu proses dari Mahkamah Kehormatan Dewan DPR untuk melanjutkan penanganan perkara ini.

"Sangat berbeda (perlakuan polisi). Beberapa kasus yang kita laporkan sampai sekarang tidak ada realisasinya," kata Slamet.

Proses kasus hukum kasus itu juga berpeluang besar ditunda sebab Viktor saat ini sedang berstatus sebagai calon kepala daerah di Pilkada NTT 2018. Sebab, Polri dan lembaga penegak hukum lain telah bersepakat menunda proses hukum calon kepala daerah, baik sebagai saksi maupun tersangka, selama Pilkada 2018 berlangsung.

Sementara itu, Analis Kebijakan Madya Humas Polri, Kombes Pol Sulistyo Pudjo menjelaskan bahwa ada pelanggaran beberapa pasal yang dilaporkan terkait dengan Zulkifli, salah satunya ujaran kebencian berdasar Pasal 45A juncto Pasal 28 ayat (2) UU ITE Nomor 19/2016.

Selain itu, Pudjo mengakui polisi juga mempermasalahkan ulah Zulkifli yang menyebar informasi bohong (hoaks) dalam ceramahnya yang tersebar di internet.

Pudjo mencatat, dalam video ceramahnya yang beredar luas di internet, Zulkifli sempat menyebut ada 200 juta warga negara Tiongkok yang bersiap masuk ke Indonesia dan sedang membuat kartu tanda penduduk palsu yang dipersiapkan di negara Perancis dan Cina. Pudjo menegaskan, informasi ini tidak benar dan tak sesuai fakta.

"Berita bohong itu menyebarkan permasalahan informasi yang kurang benar yang bisa meresahkan masyarakat, kemudian kontennya yang ada kebohongannya, (potongan video) pada menit-menit tertentu, disebarkan ke internet," kata Pudjo. "Itu berita bohong dan tentu saja, karena berita ini menyebar, harus dihentikan."

Baca juga artikel terkait UJARAN KEBENCIAN atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Addi M Idhom