Menuju konten utama

Presiden Terima Surat Rekomendasi Pemberhentian Patrialis

Menyusul penetapan Patrialis Akbar jadi tersangka KPK, Presiden Joko Widodo menerima surat rekomendasi pemberhentian sementara hakim konstitusi Patrialis Akbar yang diserahkan langsung oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat.

Presiden Terima Surat Rekomendasi Pemberhentian Patrialis
Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat (kanan) didampingi Wakil Ketua MK Anwar Usman (kedua kiri) menjawab pertanyaan wartawan saat konferensi pers mengenai penetapan tersangka kepada hakim konstitusi Patrialis Akbar di Jakarta, Jumat (27/1). Mahkamah Konstitusi memutuskan membebastugaskan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar pascatertangkap tangan oleh KPK dalam kasus dugaan suap terkait uji materi nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari.

tirto.id - Presiden Joko Widodo menerima surat rekomendasi pemberhentian sementara hakim konstitusi Patrialis Akbar yang diserahkan langsung oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat menyusul Patrialis Akbar ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap kepada terkait dengan permohonan uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan.

"Ini tadi saya menyampaikan dan menjelaskan surat pemberhentian sementara Pak Patrialis, berdasarkan proses pemeriksaan di Majelis Kehormatan (MK)," kata Ketua MK Arief Hidayat di kawasan Istana Presiden Jakarta, Selasa, (7/2/2017) seperti dilansir dari Antara.

Pada Senin (6/2), Ketua Majelis Kehormatan MK (MKMK) Sukma Violetta memutuskan bahwa hakim konstitusi Patrialis Akbar melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan pedoman hakim konstitusi.

"Keputusan MKMK, Ketua MK harus segera menyurati Presiden untuk mengajukan pemberhentian sementara. Surat ini sudah saya sampaikan, secara detail prosesnya juga saya sudah sampaikan kepada bapak Presiden," tambah Arief yang ditemani oleh Sekretaris Jenderal MK M Guntur Hamzah saat datang ke Istana Presiden.

Presiden, menurut Arief menyanggupi untuk segera menerbitkan surat pemberhentian sementara Patrialis.

"Atas dasar surat itu kemudian Majelis Kehormatan bersidang kembali untuk pemeriksaan lanjutan, nanti Majelis Kehormatan akan merekomendasikan apakah Pak Patrialis untuk diberhentikan tidak hormat atau hormat," ungkap Arief.

Menurut Arief, dalam pertemuan tersebut Presiden Joko Widodo juga menyadari ada kebutuhan untuk segera mengajukan nama pengganti Patrialis sebagai hakim konstitusi.

"Presiden menyadari, beliau tahu persis kalender ketatanegaraan kalau di awal Maret nanti MK harus menyidangkan perkara-perkara pilkada. Kalau tidak segera diisi maka tinggal delapan hakim dan akan membebani kita dan tadi kita juga sudah berdiskusi mengenai pengganti Pak Patrialis kalau sudah diberhentikan baik hormat atau tidak hormat nanti," jelas Arief.

MK diminta berhati-hati Arief juga menjelaskan bahwa Presiden Jokowi berpesan agar MK berhati-hati dalam melaksanakan tugasnya.

"Saya juga dipesan agar MK hati-hati, karena sampai Desember kemarin kan kepercayaan publiknya sudah bagus, tapi kasus ini mencoreng semuanya. Maka komentar saya yang pertama (saat Patrialis tertangkap) 'Ya Allah, saya mohon ampun'. Sudah kita bangun dengan pak Sekjen tapi kok ada kasus seperti ini, tidak terbayangkan sama sekali," ungkap Arief.

Presiden hingga saat ini belum menunjuk panitia seleksi (pansel) pemilihan hakim konstitusi Patrialis. Penunjukan pansel itu guna menemukan hakim konstitusi yang berintegritas karena Patrialis adalah hakim konstitusi usulan Presiden sehingga Presiden juga yang akan menunjuk hakim penggantinya.

Patrialis diduga menerima hadiah dalam bentuk mata uang asing sebesar 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) dari Direktur Utama PT Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman.

Ia diamankan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada 25 Januari 2017 bersama seorang perempuan di Grand Indonesia. Petugas KPK sebelumnya sudah mengamankan seorang perantara suap bernama Kamaluddin dan juga Basuki di tempat berbeda.

Baca juga artikel terkait PATRIALIS AKBAR atau tulisan lainnya dari Mutaya Saroh

tirto.id - Hukum
Reporter: Mutaya Saroh
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh