Menuju konten utama

"Preman Berseragam" Kuasai Parkir Jakarta Sebelum Kontrak TPE Usai

Istilah preman berseragam diperuntukkan bagi juru parkir (jukir) resmi yang meminta bayaran kepada pengguna jasa tanpa memberikan karcis TPE.

Parkir meter elektrik di kawasan Pecenongan, Jakarta Pusat. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Kontrak kerja sama PT Mata Biru dengan Dinas Perhubungan DKI Jakarta terkait pengelolaan terminal parkir elektronik (TPE) sudah berakhir. Selesainya kontrak ini sempat dibicarakan sebagai penyebab tarif parkir melonjak lantaran lahan parkir kembali dikuasai preman.

Padahal, sejauh penelusuran Tirto, sebelum kontrak berakhir pun lahan parkir sebenarnya sudah lama dikuasai preman berseragam.

Istilah "preman berseragam" merujuk juru parkir (jukir) resmi yang meminta bayaran kepada pengguna jasa tanpa memberikan karcis TPE. Mereka mematok tarif sekali parkir Rp5 ribu untuk kendaraan roda dan Rp2 ribu untuk kendaraan roda dua. Uang parkir itu tak masuk kas pemerintah daerah melainkan kantong pribadi dan organisasi masyarakat setempat.

Tirto menyambangi sejumlah TPE di Jakarta seperti di depan Hotel Red Top yang berada di Jalan Pecenongan, Jakarta Pusat. Jukir ini menarik duit langsung dari setiap pemilik kendaraan saban hari, sehingga 10 TPE di jalan itu tidak berfungsi maksimal.

“Pengawasnya orang-orang kami juga, jadi sama-sama tahu,” celetuk salah satu jukir yang enggan disebut namanya kepada Tirto, akhir November 2017.

Kondisi serupa juga terjadi di kawasan Sabang, Jakarta Pusat, yang dikenal sebagai kawasan kuliner yang kerap dipadati pengunjung roda dua dan roda empat. Berbeda dengan di Pecenongan, jukir di kawasan Sabang mematok tarif Rp2 ribu per jam tapi karcis yang diberikan untuk sekali parkir. Sang jukir bersikeras meminta bayaran lebih meski karcis yang diberikan tertulis Rp2 ribu untuk sekali parkir.

Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Widjiatmoko mengakui jika tarif parkir di kawasan Sabang memang bersifat progresif, namun karcis yang diberikan bukan karcis sekali parkir melainkan karcis yang sesuai PTE. Karcis satu kali parkir hanya berlaku di park & ride seperti di Kalideres dan Kampung Rambutan.

“Kalau Jalan Sabang, Jalan Palatehan [Jakarta Selatan], Jalan Kelapa Gading [Jakarta Utara] tarifnya progresif,” kata Sigit saat dihubungi Tirto, Senin 11 Desember 2017.

Sigit memastikan pemberian karcis oleh jukir ini hanya akan berlangsung sebulan ke depan. Menurut Sigit hal ini disebab kontrak pengelolaan PTE dan lahan parkir lain sudah berakhir dan Dishub DKI Jakarta tengah menggelar tender ulang.

Tender Ulang atau Kelola Sendiri?

Ihwal tender pengelolaan parkir, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DKI Jakarta merekomendasikan Dishub DKI Jakarta menggelar tender terbuka. Dari hasil evaluasi, BPK DKI menemukan besaran pendapatan dan kegiatan pengelolaan dari sisi pelayanan terhadap jasa parkir tidak memenuhi Key Performance Indicators (KPI).

Menurut Sigit, rekomendasi BPK ini juga akan berdampak pada perjanjian kerja sama pengelolaan parkir di lingkungan Blok M yang dikelola PT Dinamika Mitra Pratama atau dikenal Best Parking, parkir di lingkungan Pasar Mayestik dan di Boulevard Barat, Kelapa Gading.

“Jadi kami enggak bisa tunjuk langsung lagi. Biar ada kompetisi saat open tender dan bagi hasil ke Pemprov,” kata Sigit.

Soal bagi hasil ini menjadi catatan tersendiri bagi Dinas Perhubungan, lantaran pemerintah daerah hanya mendapat 30 persen dari hasil pengelolaan PTE di Jalan Sabang, Jalan Palatehan dan jalan Kelapa Gading, sementara sisanya diterima pihak ketiga.

Meski begitu, Sigit mengakui jika potensi pemasukan retribusi daerah akan jauh lebih besar andai TPE dan lahan parkir lain dikelola langsung pemda. Dua opsi ini yang saat ini sedang dalam pembahasan di Pemprov DKI.

“Opsinya dua, dikelola oleh Dishub atau kerja sama. Kalau kerja sama tidak bisa tunjuk langsung. Harus open tender," kata Sigit.

Baca juga artikel terkait LAHAN PARKIR atau tulisan lainnya dari Reja Hidayat

tirto.id - Bisnis
Reporter: Reja Hidayat
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Mufti Sholih