tirto.id - Jumat sore, 30 Desember 2016, sirene bergema di Main Hall Bursa Efek Indonesia. Orang-orang yang memenuhi ruangan itu bersorak, bertepuk tangan. Perdagangan bursa saham tahun 2016 ditutup sore itu, dengan IHSG pada posisi 5.296, penutupan tertinggi sepanjang sejarah bursa.
Sore itu, IHSG memerah, sebenarnya. Di pagi hari, ia dibuka pada posisi lebih tinggi 5.307. Tetapi orang-orang tetap bersorak, karena dalam perdagangan setahun ini, IHSG berhasil tumbuh 15,32 persen sepanjang 2016. Tahun sebelumnya, ia ditutup pada level 4.593.
Dibandingkan tahun 2015, rata-rata nilai transaksi harian di 2016 juga tumbuh 30,03 persen. Begitu pula dengan volume transaksi hariannya, rata-rata tumbuh 31,36 persen. Kapitalisasi pasar pun ikut naik 18,18 persen.
Meski tampak positif, kinerja bursa tahun ini juga menuai kritik. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution yang hadir menggantikan Presiden Joko Widodo melayangkan kritik perihal minimnya perusahaan baru yang melantai di bursa.
Tahun 2016, hanya ada 15 perusahaan yang melakukan penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO). Ini adalah angka terendah sepanjang tujuh tahun terakhir. Selain itu, Darmin menilai sebaran investor dan emiten masih terpusat di Jakarta.
“Kita harus bisa menjemput bola untuk menawarkan dan mendorong saudara kita di daerah untuk menjadi investor,” kata Darmin setelah tombol sirene penutupan bursa dipencet.
Tahun depan, para analis dan pemangku kebijakan tampak optimistis kondisi pasar saham akan lebih baik. Proyek-proyek infrastruktur akan dikejar untuk selesai sebelum 2019. Emiten-emiten yang terkait dengan ini diprediksi akan mentereng.
Head of Research Reliance Securities Robertus Yanuar Hardy menyatakan secara keseluruhan, pasar akan positif tahun ini. Ia memproyeksikan IHSG di level 5.700-6.000. Prediksi analis Danareksa Sekuritas Lucky Bayu Purnomo pun tak jauh beda. Dia memperkirakan IHSG akan menembus level 6.000 poin tahun ini.
Hans Kwee, analis Investa Sarana Mandiri memprediksi IHSG akan berada di kisaran 5.800—6.050 pada akhir 2017. Selain sektor konsumen, properti, dan konstruksi, menurut Hans, emiten-emiten pertambangan yang mulai bangkit tahun lalu, akan semakin mentereng tahun ini. Permintaan batu bara akan meningkat, seiring dikejarnya proyek listrik 35.000 megawatt.
Secara makro, Hans memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berkisar 5,1 hingga 5,2 persen tahun ini. Pendorong terkuatnya adalah konsumsi dan belanja infrastruktur.
Hal yang perlu diwaspadai adalah shortfall pajak yang dapat memperlebar defisit dan menekan nilai tukar rupiah. Shortfall pajak merupakan selisih antara target pajak dengan realisasi. Ia disebut shortfall ketika realisasi lebih sedikit dari target.
Tahun ini, target penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 tercatat senilai Rp1.498 triliun. Jika dibandingkan dengan tahun lalu, target tahun ini malah turun. Tahun lalu pemerintah menargetkan penerimaan pajak hingga Rp1.539 triliun.
Beberapa sentimen global juga akan menghantui, salah satu yang paling terasa adalah kemungkinan naiknya suku bunga acuan Bank Sentral Amerika atau Fed Fund Rate (FFR) sebesar 25-75 basis poin tahun ini. Jika ini terjadi, maka dipastikan dana asing yang selama ini bersarang di bursa Indonesia, akan terbang ke Amerika. Outflow asing, begitu istilahnya. Outflow asing bisa menekan laju IHSG.
Namun, asumsi dasar makro dalam APBN tahun 2017 tampak optimistis. Meski masih diwarnai ketidakpastian, dalam APBN disebutkan bahwa perkembangan ekonomi global tahun ini akan mengalami perbaikan dibandingkan tahun lalu.
Tahun ini, permintaan global yang ditunjukkan oleh kenaikan volume perdagangan dunia dan peningkatan harga komoditas diperkirakan akan menjadi penopang utama pertumbuhan. Moderasi pertumbuhan ekonomi Cina diperkirakan masih akan berlanjut, namun akan diimbangi oleh pertumbuhan ekonomi India yang meningkat pesat.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) juga akan mulai memberikan dampak positif bagi aktivitas perekonomian di kawasan Asia Tenggara. Pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini diperkirakan menguat menjadi 3,4 persen, dengan perekonomian di negara-negara berkembang diharapkan tumbuh hingga 4,6 persen. Volume perdagangan dunia yang menjadi faktor pendorong utama penguatan pertumbuhan diperkirakan tumbuh hingga 3,9 persen, naik dari 2,7 persen pada 2016.
Dampak Positif Amnesti Pajak
Dana repatriasi dari program amnesti pajak yang digelar tahun lalu dinilai bisa membuat kondisi pasar modal lebih baik. Hal itu dikatakan Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida usai penutupan bursa akhir tahun lalu.
Dana repatriasi adalah dana yang selama ini mengendap di luar negeri dalam bentuk tabungan atau investasi, kini kembali ditempatkan di Indonesia. Total dana repatriasi dari program amnesti pajak tahun 2016 mencapai Rp143 triliun.
“Uang itu memang masuknya ke bank persepsi, tetapi setelah itu pasti akan mencari instrumen investasi sesuai kebutuhan investasi atau wawasan pemilik dana," katanya.
Oleh sebab itu ada peluang besar bagi pasar modal sebagai instrumen penampung dana. Ia bisa di surat berharga negara (SBN), reksa dana penyertaan terbatas (RDPT), atau dana investasi real estate (DIRE).
Terkait dengan kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga acuan, Nurhaida menilai hal itu tak akan memengaruhi kepercayaan investor untuk menarik dananya dari pasar modal Indonesia. Hal ini karena menurutnya imbal hasil di Indonesia masih terbilang cukup tinggi.
Apa yang tertuang dalam tulisan ini tentu hanya prediksi-prediksi. Ia bisa benar, bisa juga keliru. Tetapi ia penting diketahui para investor untuk menentukan portofolio investasinya.
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti