tirto.id -
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Imaduddin Abdullah menilai janji Calon Presiden (capres) 02 Prabowo Subianto untuk menurunkan tarif listrik--seperti disampaikan dalam debat kedua, Minggu malam kemarin--sulit dilakukan.
Ia berpendapat, ada dua hal pokok sebelum penentu kebijakan menurunkan tarif listrik yakni kurs rupiah terhadap dolar dan fluktuasi harga minyak dunia.
"Pada intinya, keputusan untuk menurunkan atau tidak menurunkan tarif listrik sangat bergantung dari harga minyak global dan kurs rupiah. Kalau kedua faktor tersebut melebih asumsi, maka keputusan untuk menurunkan tarif listrik akan sulit dan akan memberatkan APBN dan keuangan PLN," jelas dia kepada reporter Tirto, Senin (18/2/2019).
Ia menjelaskan, jika merujuk kondisi terakhir, memang harga minyak dunia dan kurs rupiah berada di bawah asumsi APBN. Namun, kondisi ini tidak serta-merta bisa menurunkan tarif listrik dalam waktu dekat. Pemerintah perlu melihat kondisi global, ketika sudah tampak stabil baru bisa melakukan kebijakan penurunan tarif listrik."Artinya ada kemungkinan efisiensi akibat turunnya harga minyak dunia dan penguatan kurs rupiah. Namun harga minyak dunia masih mungkin naik dan kurs rupiah juga berpotensi melemah akibat defisit current account yang semakin melebar," jelas dia.Pada debat Capres kedua tadi malam, Capres Prabowo Subianto menjanjikan akan menurunkan harga listrik dan pangan jika ia terpilih menjadi presiden. Selain itu juga Prabowo menjanjikan swasembada energi.
"Kalau berkuasa nanti insyaallah akan menjamin pangan tersedia dengan harga terjangkau untuk seluruh rakyat Indonesia. Kami akan menjamin bahwa produsen petani nelayan harus mendapat imbalan penghasilan yang memadai [...] Kami juga akan segera turunkan harga listrik," kata Prabowo seraya menambahkan akan mengamankan semua sumber ekonomi bangsa Indonesia.
tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Agung DH