tirto.id - Draf Rancangan Undang-undang (RUU) Ketahanan Keluarga menjadi perbincangan. Ini karena salah satunya ada pasal yang mengatur pidana untuk orang yang mendonorkan sperma dan ovum dengan ancaman pidana penjara. Begitu pula orang yang melakukan surogasi (sewa rahim).
Anggota DPR Komisi III Fraksi PPP, Arsul Sani, menilai tidak perlu RUU itu mengatur pidana penjara. Ia menilai aturan pidana itu tidak perlu diselesaikan dengan hukum penjara.
"Yang namanya pemidanaan itu ujungnya tidak harus dengan penjara," kata Arsul saat ditemui di Gedung DPR RI, Rabu (19/2/2020).
Menurut Arsul hukuman penjara itu dapat diganti dengan pidana denda atau kerja sosial. Arsul menduga usulan pidana tersebut karena pengusul belum melihat persoalan seperti ini diatur dalam RUU KUHP.
"Kan nanti juga dalam RKUHP kita, kalau itu dianggap pidana, pidananya bisa dengan denda dengan kerja sosial dan lain sebagainya jadi enggak usah kita hebohkan sekarang juga," kata Sekjen PPP itu.
Larangan untuk mendonorkan dan memperjualbelikan sperma tersebut tercantum dalam pasal 31 ayat 1 dan 2. Dan diatur juga ancaman pidananya dalam pasal 139 dan 140.
Pasal 31
(1) Setiap Orang dilarang menjualbelikan sperma atau ovum, mendonorkan secara sukarela, menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan secara mandiri ataupun melalui lembaga untuk keperluan memperoleh keturunan.
(2) Setiap Orang dilarang membujuk, memfasilitasi, memaksa, dan/atau mengancam orang lain menjualbelikan sperma atau ovum, mendonorkan, atau menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan secara mandiri ataupun melalui lembaga untuk keperluan memperoleh keturunan.
Setiap orang yang nekat mendonorkan sperma maka akan mendapatkan sanksi pidana sebagaimana diatur pada pasal 139. Mereka yang sengaja dan sukarela mendonorkan sperma terancam pidana paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp500 juta.
Pasal 139
Setiap Orang yang dengan sengaja memperjualbelikan sperma atau ovum, mendonorkan secara sukarela, atau menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan secara mandiri ataupun melalui lembaga untuk keperluan memperoleh keturunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 140
Setiap Orang yang dengan sengaja membujuk, memfasilitasi, memaksa, dan/atau mengancam orang lain menjualbelikan sperma atau ovum, mendonorkan, atau menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan secara mandiri ataupun melalui lembaga untuk keperluan memperoleh keturunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Berikut isi pasal yang mengatur Surogasi di RUU Ketahanan Keluarga:
Pasal 32
(1) Setiap Orang dilarang melakukan surogasi untuk memperoleh keturunan.
(2) Setiap Orang dilarang membujuk, memfasilitasi, memaksa, dan/atau mengancam orang lain melakukan surogasi untuk memperoleh keturunan.
Pasal 141
Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan surogasi untuk keperluan memperoleh keturunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 142
Setiap Orang yang dengan sengaja membujuk, memfasilitasi, memaksa, dan/atau mengancam orang lain agar bersedia melakukan surogasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) untuk memperoleh keturunan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tahun) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 143
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 32 dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda paling banyak 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; dan/atau
b. pencabutan status badan hukum.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Bayu Septianto