tirto.id - Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengizinkan anggota Polri yang gagal dalam penetapan calon dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2018 kembali mengabdi di institusi Polri. Pernyataan Kapolri ini dinilai Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini sebagai pernyataan tidak pantas. Tito seakan ingin menyelamatkan anggotanya yang gagal sebagai calon.
Titi menganggap anggota Polri yang memutuskan untuk ikut Pilkada 2018 dan didukung oleh partai politik seharusnya tidak boleh kembali ke institusi Polri. Titi merujuk Pasal 28 Ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Polri yang menyatakan: Kepolisian Negara Republik Indonesia bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.
“Ketika mereka mendaftar sebagai calon mereka itu sudah berpolitik praktis, sehingga mereka sudah mendaftar asas netralitas TNI/Polri untuk berpolitik,” kata Titi kepada Tirto, Selasa (16/1/2018).
Menurut Titi, bakal calon kepala daerah yang berasal dari Polri memang bukan anggota partai politik, tetapi mereka akan ikut memperjuangkan ideologi partai politik saat resmi disahkan KPU. Keputusan anggota Polri maju dalam Pilkada 2018 ini, kata Titi, tidak bisa dilihat secara parsial dengan menggantungkan diri pada regulasi Pilkada, meski UU Pilkada tidak meregulasi anggota Polri menjabat kembali apabila gagal ditetapkan KPU sebagai pasangan calon.
“Konsep netralitas itu sudah teringkari, sudah terlanggar,” kata Titi. “Mestinya Kapolri mengambil langkah-langkah tegas terkait personel Polri yang maju dalam politik praktis.”
Titi mengatakan, Polri harus netral supaya mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, fasilitas jabatan, dan anggaran, serta intimidasi. Ia khawatir potensi penyalahgunaan ini muncul jika anggota Polri yang maju sebagai bakal calon kepala daerah kemudian gagal ditetapkan KPU akan menyalurkan syahwat politik dengan ‘mengisengi’ lawan politiknya.
“Nanti membuka ruang balas dendam politik,” lanjutnya.
Hal yang sama berlaku juga buat TNI dan aparatur sipil negara (ASN). Titi menjelaskan bahwa ASN tentunya harus memberikan surat pengunduran diri yang tak bisa ditarik kembali untuk tetap menjaga netralitasnya.
Pendapat Titi ini berkebalikan dengan regulasi yang ada, terutama terkait ASN. Kepala Biro Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian PANRB Herman Suryatman menegaskan ASN berhak kembali ke institusi ketika gagal ditetapkan KPU sebagai calon peserta pilkada.
Menurut Herman, hal ini sesuai dengan hasil putusan Mahkamah Konstitusi saat uji materiil perkara Putusan Nomor 41/PUU-XII/2014. Dalam putusan MK ini, Herman menyebut, pengunduran diri dilakukan sejak ditetapkan sebagai calon peserta pemilihan oleh KPU.
“Memang aturannya begitu. Setelah penetapan pasangan calon baru mengundurkan diri,” katanya pada Tirto.
Hal ini berbeda dengan prinsip Polri menurut Herman. Kalau dalam aturan ASN, mereka boleh mengundurkan diri setelah ditetapkan karena dirasa merugikan apabila ternyata mereka batal ditetapkan menjadi calon.
Ikhlas Tak Menjadi Polisi Lagi
Kepala Korps Brimob Polri Irjen Murad Ismail yang maju dalam pilkada tahun ini mengatakan, ia tak mempersoalkan andai tak diterima kembali menjadi anggota Polri jika nanti gagal ditetapkan sebagai calon kepala daerah oleh KPU. Murad menyebut, ia sudah menyerahkan surat pengunduran diri.
“Kalau mau jadi gubernur jangan setengah-setengah,” katanya.
Murad mengatakan, dirinya optimistis akan diterima sebagai pasangan calon peserta Pilkada Maluku 2018 mendatang. Saat ini ia mengaku sudah menyelesaikan pemeriksaan medis dan sedang bersiap umrah ke Mekah. Ia tinggal menunggu surat rekomendasi yang akan terbit setelah penetapan atau saat ia resmi mundur sebagai anggota Polri.
Murad mengaku bahwa pengunduran dirinya sebelum penetapan karena sudah yakin dengan keputusannya. Ia tidak mempermasalahkan apabila anggota Polri tidak bisa kembali setelah gagal ditetapkan sebagai calon karena suatu pilihan tentu mengandung risiko tertentu. "Justru kalau saya tidak mengundurkan diri, berarti saya mau jadi polisi dong," katanya kepada Tirto.
Ia merasa sudah cukup puas dengan masa dinasnya di Polri selama 30 tahun ini. Meski demikian, apabila memang Polri menginginkan ia kembali ke Polri setelah ia batal ditetapkan, ia siap, dan begitu pun sebaliknya.
"Saya siap untuk tidak jadi Polri, kalau misal mau diterima jadi polisi ya silakan saja. Tapi kalau tidak diterima, sah-sah saja, kok. Saya sudah mengundurkan diri," tegasnya.
Konteks Polemik
Polemik kembalinya perwira ke institusi polri jika gagal menjadi calon gubernur dilatari penyataan Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Tito menerangkan bahwa ia siap menampung anggota Polri untuk kembali bertugas apabila batal ditetapkan sebagai pasangan calon kepala daerah oleh KPU.
Pernyataan ini kemudian diterangkan lebih lanjut oleh Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Setyo Wasisto. Dalam keterangannya, ia membenarkan bahwa Polri selalu terbuka dengan anggotanya yang batal ditetapkan sebagai peserta Pilkada.
Setyo menilai bahwa sebelum penetapan resmi KPU tanggal 12 Februari 2018 mendatang, maka status anggota Polri tetap akan melekat. Namun, "Ketika tanggal 12 ditetapkan oleh KPU, diterima dan dicalonkan tetap, itu akan otomatis statusnya purnawira bukan polisi lagi."
Oleh sebab itu, Setyo menegaskan status ketiga polisi yang hendak maju dalam Pilkada masih anggota Polri. Saat ini, Irjen Anton Charliyan, Irjen Safaruddin, dan Irjen Murad Ismail sendiri tidak memegang jabatan struktural yang penting. Setyo menandaskan bahwa ketika penetapan ketiganya gagal, tentu Polri bisa menerimanya kembali.
"Kita kembalikan kepada yang bersangkutan apakah akan melanjutkan pengabdian di Polri atau tidak. Tapi ini masa sebelum tanggal 12 ya, jangan dipahami kalah Pillkada bisa kembali lagi. Pemahaman keliru itu," tegasnya.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Mufti Sholih