Menuju konten utama

Polri Yakin Tidak Ada Aksi Demo Lanjutan di Manokwari

Kepolisian yakin maklumat larangan aksi akan dipahami masyarakat sehingga tidak ada aksi lanjutan di Papua dan Papua Barat.

Polri Yakin Tidak Ada Aksi Demo Lanjutan di Manokwari
Suasana kericuhan saat aksi massa dibubarkan oleh petugas kepolisian di Jayapura, Papua, Kamis (29/8/2019). ANTARA FOTO/Dian Kandipi/wpa.

tirto.id - Beredar isu demonstrasi susulan akan berlangsung di Manokwari, Papua Barat, Senin (2/9/2019). Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian meminta Kapolda Papua dan Kapolda Papua Barat untuk menerbitkan maklumat larangan demonstrasi yang berpotensi ricuh.

Kadiv Humas Polri Irjen Pol Muhammad Iqbal optimis, maklumat yang dikeluarkan oleh kepolisian akan didengar pedemo. Ia optimis pedemo tidak akan melakukan aksi karena sudah ada dialog antara pedemo dengan aparat. "Kami yakin koordinator lapangan dan lain sebagainya sudah dialog dengan Kapolda Papua dan Kapolda Papua Barat untuk tidak melakukan hal ini," kata dia di Mabes Polri, Senin (2/9/2019).

Iqbal pun memastikan, polisi berkomitmen untuk memproses secara hukum jika ada kelompok yang merusak atau membuat gaduh. "Kami akan proses hukum, apabila terbukti melakukan pelanggaran hukum," tambah Iqbal.

Hingga saat ini, Iqbal mengatakan, seluruh pimpinan daerah di Indonesia sudah melakukan gerakan untuk merangkul orang-orang Papua di seluruh Indonesia. Saat ini, Iqbal mengklaim sudah ada gerakan rangkul bersama dengan seluruh masyarakat Indonesia. Aksi ini diharapkan menjadi pesan kepada publik kalau Indonesia damai dan satu.

Di tempat terpisah, Kepala Suku Besar Arfak Dominggus Mandacan sudah mendengar kabar aksi demonstrasi susulan. Ia menekankan massa agar tidak bertindak anarkis bila ingin melakukan aksi. Ia menegaskan, pemerintah akan meminta pertanggungjawaban kepada pelaku yang melakukan anarkisme saat beraksi

"Demo damai boleh, tapi kalau sampai ada anarkis yang melakukan perusakan dan pembakaran fasilitas pemerintah maupun milik masyarakat, pelaku siap bertanggung jawab. Proses hukum akan berjalan," ujar Dominggus Mandacan, kemarin. https://www.google.com/amp/s/m.antaranews.com/amp/berita/1039918/papua-terkini-isu-demo-susulan-kepala-suku-arfak-jangan-anarkis

Gubernur Papua Barat ini menambahkan Suku Besar Arfak adalah tuan rumah di daerah tersebut. Para pendahulu Suku Arfak telah menerima setiap suku datang untuk mendiami wilayah adat suku itu. Masyarakat Suku Arfak saat ini pun, kata dia, berkomitmen untuk meneruskan peninggalan orang tua dengan menghargai dan saling menjaga hubungan antar-suku dan pemeluk agama di daerah tersebut.

"Sebaliknya, kami minta hargai kami sebagai tuan rumah. Boleh menyampaikan aspirasi karena itu hak konstitusional, tapi jangan merusak, jangan bakar," kata dia. Aksi pada 19 Agustus di Manokwari semula dirancang berlangsung damai, tapi ada oknum-oknum yang memanfaatkan momentum tersebut untuk melakukan kerusuhan.

"Aksi yang besok akan dilakukan itu pun harus diantisipasi, biasanya kalau jumlah massa besar sulit dikendalikan lalu muncul oknum yang menunggangi dengan berbagai kepentingan," kata Dominggus.

"Sebagai kepala suku besar Arfak, sekali lagi saya tegaskan, kami sudah terima kalian dengan baik bersama dengan kami di sini. Sebaliknya kalian juga harus hargai kami, jangan lagi ada demo-demo yang merusak. Itu tidak boleh dilakukan," imbuh dia.

Berikut isi maklumat:

1. Setiap orang dilarang melakukan demonstrasi dan menyampaikan pendapat di muka umum yang dapat menimbulkan tindakan anarkis, perusakan dan pembakaran fasilitas umum serta yang dapat mengakibatkan bentrok antara kelompok masyarakat; apabila hal tersebut dilakukan, akan ditindak sesuai Pasal 16 dan Pasal 17 UU Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

2. Setiap orang dan/atau ormas dilarang melakukan atau menyebarkan paham separatis dalam menyampaikan pendapat di muka umum. Apabila hal itu dilakukan akan ditindak tegas sesuai Pasal 82 a juncto Pasal 59 ayat (4) huruf b UU Nomor 17 Tahun 2013 juncto UU Nomor 16 Tahun 2017 tentang Ormas, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.

3. Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat memisahkan sebagian wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia maupun permufakatan jahat sebagaimana diatur dalam Pasal 104, Pasal 106, Pasal 107 dan Pasal 108 KUHP juncto Pasal 87 dan Pasal 88 KUHP.

4. Dilarang menghasut, memposting, menyebarkan berita tidak benar maupun dapat menimbulkan kebencian dan rasa permusuhan antara masyarakat, sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (2), Pasal 45 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE juncto Pasal 45 ayat (1) KUHP.

5. Dilarang membawa senjata tajam, senjata tumpul atau alat lain yang dapat membahayakan orang lain sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

6. Pelaku pelanggaran hukum dan tindakan anarkis akan ditindak sesuai Pasal 6 ayat (1) huruf a, Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21 KUHAP.

Baca juga artikel terkait KONFLIK PAPUA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Andrian Pratama Taher