Menuju konten utama

Polri: Penyebaran Hoaks Musabab Anarkisme di Demo Tolak UU Ciptaker

Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono menyebut penyebaran hoaks sebagai musabab demonstran tolak UU Cipta Kerja merusak fasum dan lukai anggota polisi.

Polri: Penyebaran Hoaks Musabab Anarkisme di Demo Tolak UU Ciptaker
Kaca gedung DPRD Sumatera Utara pecah dirusak massa aksi, Kamis (8/10/2020). ANTARA/Nur Aprilliana Br Sitorus/pri.

tirto.id - Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono mengemukakan perihal alasan demonstran penolak Undang-Undang Cipta Kerja merusak fasilitas umum, fasilitas kepolisian dan pemerintahan, serta melukai anggota polisi ketika berunjuk rasa.

“Ada beberapa kegiatan di media sosial yang terpantau. (Pertama) dari Medan, ada dua laporan polisi dan kemudian ada empat (orang) yang dilakukan penangkapan dan penahanan. Inisialnya adalah KA (Khairi Amri), JG (Juliana), NZ (diduga Dewi) dan WRP (Wahyu Rasari Putri),” ucap dia di Mabes Polri, Kamis (15/10/2020).

Percakapan di grup WhatsApp dijadikan barang bukti perkara. KA sebagai admin grup KAMI Medan juga menuliskan ‘mengumpulkan saksi untuk melempari DPR dan melempari polisi’, ‘kalian jangan mundur, jangan takut.’ KA pun kedapatan membagikan nasi bungkus dan mengarahkan demonstran.

Selanjutnya, JG, yang juga tergabung dalam grup, menuliskan ‘batu kena satu orang, bom molotov bisa kebakar sepuluh orang dan bensin bisa berceceran’; ‘buat skenario seperti 1998’; ‘penjarahan toko Cina dan rumahnya, preman diikutkan untuk menjarah.’ Dalam realisasinya, massa yang membawa bom molotov melemparkannya ke sebuah mobil.

Sementara NZ menuliskan ‘Medan cocoknya didaratin, yakin pemerintah sendiri bakal perang sendiri sama Cina’; WRP menuliskan ‘besok wajib bawa bom molotov.’ Bahkan gedung DPRD Sumatera Utara juga jadi sasaran amuk massa, yang menurut Argo itu adalah imbas dari penggunaan pola penghasutan dan penyebaran berita bohong.

“Dari WhatsApp grup itu mereka mengumpulkan uang untuk suplai logistik, terkumpul Rp500 ribu,” jelas Argo. Keempatnya kini resmi jadi tersangka, dijerat Pasal 28a ayat (2) juncto Pasal 45 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE, dan Pasal 160 KUHP. Mereka terancam hukuman 6 tahun penjara.

Argo melanjutkan, polisi menangkap JH (Jumhur Hidayat) lantaran mengunggah kalimat ‘undang-undang memang untuk primitif, investor dari RRC dan pengusaha rakus’ di akun Twitter miliknya. Dia dibekuk di Jakarta.