tirto.id - Mabes Polri membantah melakukan pemantauan terhadap semua grup WhatsApp. Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo menyatakan pemantauan yang disebut 'patroli grup WhatsApp' itu tidak mungkin bisa dilaksanakan oleh institusinya.
“Tidak ada kami melaksanakan patroli grup WhatsApp. Kalau itu dilaksanakan, tidak mungkin juga. Tidak mungkin kami cukup tenaga dan cukup teknologi untuk memantau seluruh grup yang dimiliki oleh hampir 150 juta masyarakat Indonesia yang memiliki telepon seluler,” kata dia di Mabes Polri, Jakarta pada Rabu (19/6/2019).
Dia memperkirakan jumlah telepon seluler yang aktif digunakan di Indonesia saat ini mencapai 330 juta unit.
“Artinya satu orang menggunakan lebih dari satu atau dua telepon seluler. Itu impossible [tidak mungkin] kami lakukan [pemantauan],” ujar Dedi.
Dia menjelaskan tujuan patroli Siber yang dilakukan kepolisian selama ini ada dua, yakni pencegahan dan penegakan hukum.
Dalam konteks mitigasi, Dedi berujar, Polri mencegah penyebaran hoaks, ujaran kebencian, konten provokatif dan SARA. Upaya ini ditindaklanjuti dengan mengedukasi masyarakat agar tidak terus-menerus menyebarkan informasi bohong.
Patroli siber, kata dia, juga terkait dengan penegakan hukum, yakni ketika upaya pencegahan sudah maksimal namun masih ada akun-akun yang menyebarkan hoaks sehingga haru ditindak.
“Dalam penegakan hukum, penyidik akan menggali alat bukti yang digunakan oleh pelaku. Sebagian besar pelaku ini menyebarkan berita hoaks itu menggunakan media sosial terlebih dahulu,” ujar dia.
Berdasarkan pemantauan di media sosial itu, kata Dedi, Laboratorium Forensik Digital akan mencari tahu akun penyebar hoaks menggunakan telepon seluler atau komputer pribadi.
Ketika, tersangka itu menyebutkan bahwa dia menyebarkan konten hoaks menggunakan telepon seluler, maka perangkat itu akan ditelusuri. Tujuannya untuk menemukan jaringan tersangka dalam menyebarkan konten negatif.
Jika tersangka menyebarkan konten negatif di grup-grup WhatsApp, penyidik kepolisian akan menelusurinya.
“Bisa dimintai keterangan yang bersangkutan, [anggota grup bisa] sebagai saksi maupun juga jadi buzzer kalau ia menyebarkan secara berulang dan jumlahnya cukup signifikan,” ujar Dedi.
Dia menambahkan, jika sudah jelas tersangka menyebar hoaks maka polisi akan memantau grup tersebut.
“Iya, ketika sudah jelas tersangka penyebar. Tersangka itu salah satu alat buktinya adalah menggunakan telepon seluler jadi sarana penyebaran konten bersifat hoaks, ujaran kebencian, provokatif,” kata Dedi.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Addi M Idhom