tirto.id - Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengklaim secara umum situasi selama proses Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali berjalan kondusif. Menurut Dedi juga tak ada kejadian yang menonjol meski ada beberapa serangan siber yang bisa diantisipasi Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
"Secara umum saya rasa tidak ada. Ada serangan-serangan siber yang bisa dimitigasi Satgas Gakkum dan sudah berkoordinasi dengan BSSN dan BIN. Itu semua bisa diantisipasi," kata Dedi di Bali, Kamis (17/11/2022).
Dalam hal pengamanan, Polri juga berkoordinasi dengan lembaga lain seperti BSSN, BIN, BNPB dan BMKG. Hal itu dilakukan agar semua pengamanan terkoneksi dengan baik.
"Terkait situasi di Bali dalam pengamanan KTT G20 ini, Polri ucapkan terima kasih kepada masyarakat Bali maupun wisatawan atas partisipasi membantu menjaga situasi Bali menjadi kondusif," ucap Dedi.
Bahkan kehadiran pecalang pun sangat vital karena mengomunikasikan kepada publik setempat.
Ia berharap dengan kesuksesan penyelenggaraan dan pengamanan KTT G20, bakal lebih banyak wisatawan yang datang ke Bali. Maka peningkatan wisatawan juga sejalan dengan peningkatan ekonomi.
Konferensi Tingkat Tinggi G20 ke-17 telah berlangsung pada 15-16 November 2022. Acara ini merupakan puncak dari proses dan usaha yang intensif dari seluruh alur kerja G20 yang terbagi atas pertemuan tingkat menteri, kelompok kerja, dan grup keterlibatan selama setahun terakhir.
Meski polisi mengklaim gelaran KTT G20 berjalan kondusif, namun upaya pengamanan ini dinilai membatasi gerak masyarakat dalam berkegiatan maupun menyuarakan aspirasinya.
Seluruh kegiatan masyarakat—mulai dari pendidikan, upacara adat dan agama, hingga perkantoran, kecuali kesehatan—dibatasi dan agar dilakukan secara daring. Pemerintah Provinsi Bali sampai harus menerapkan kebijakan PPKM level 1 agar masyarakat Bali tak banyak beraktivitas di luar, utamanya terhadap warga di tiga kecamatan, Kuta Selatan, Kuta dan Denpasar Selatan.
Dalam aturan yang diteken itu, pelaksanaan PPKM bukan didasarkan pada masalah kedaruratan pengendalian kesehatan publik, tapi demi kenyamanan acara G20—agenda internasional yang menelan biaya hingga Rp 678 miliar.
Penolakan acara G20 juga sebenarnya ada, namun polisi dan aparat keamanan lainnya terus berupaya membungkamnya.
Enam mahasiswa dan aktivis ditangkap saat melakukan aksi di depan Universitas Udayana, Denpasar, Bali pada Selasa (15/11/2022) sore sekitar pukul 15.00 WITA. Sore itu bertepatan dengan acara puncak Presidensi G20 Indonesia yang sedang berlangsung di Nusa Dua, Bali. Namun, keenamnya telah dilepas jelang tengah malam sebelum ganti hari menuju Rabu (16/11/2022).
“Sudah keluar, kemarin kami advokasi, dan dibebaskan," kata pengacara publik LBH Bali, Vany Primaliraning, kepada wartawan Tirto, Rabu pagi.
Awalnya, aksi tersebut dilakukan oleh sejumlah mahasiswa Universitas Udayana dan masyarakat sipil lainnya untuk merespons pembubaran paksa diskusi Indonesia People's Assembly di dalam kampus pada Senin (14/11/2022), satu hari sebelumnya.
Di depan kampus, massa aksi membentangkan spanduk bertuliskan: "G20 Bukan Solusi" dan "G20 tidak bisa melahirkan solusi bagi problem di Indonesia dan Bali".
Selain itu, pada saat menjelang acara puncak Presidensi G20 Indonesia di Bali pada 15-17 November 2022, terjadi sejumlah tindakan represif, salah satunya dialami Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
Rapat internal YLBHI dan 18 kantor LBH di sebuah villa di Sanur, Bali dibubarkan paksa pada Sabtu, 12 November 2022.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto