tirto.id - Polri tengah mengusut dugaan tindak pidana peretasan Pusat Data Nasional (PDN) yang diserang menggunakan ransomware. Pengusutan akan dilakukan bersama Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
"Ya tentu saja [diusut tindak pidana], Polri akan berkolaborasi dengan stakeholder terkait lainnya menangani kejadian-kejadian yang saat ini sedang terjadi. Mudah-mudahan mohon doanya, semuanya bisa kita tuntaskan," kata Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho, di Lapangan Bhayangkara, Selasa (25/6/2024).
Sandi juga menjelaskan pihaknya masih menelusuri dugaan peretasan yang dilakukan ke jaringan Inafis Polri. Namun, dia memastikan polisi sudah melakukan mitigasi. Langkah tersebut dilakukan agar tidak terjadi hal serupa.
"Nanti kita mitigasi, kita cek kembali karena ini menjadi isu-isu yang lagi menarik saat ini. Yang pasti bahwa Polri akan bekerja sama dengan stakeholder lainnya untuk bisa menuntaskan permasalahan ini," tutur Sandi.
Sebelumnya beredar unggahan di akun X @FalconFeedsio. Unggahan di akun tersebut menyebut bahwa data fingerprint dibobol pada 22 Juni 2024.
Peretasan itu tidak jauh jaraknya dari ransomware yang menyerang PDN, yakni pada 20 Juni 2024. Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Letjen TNI, Hinsa Siburian, mengatakan server mengalami serangan brain chiper ransomware pengembangan terbaru bernama lockbit 3.0.
Dari serangan ransomware ini, dia menuturkan data warga Indonesia berpotensi tidak aman. Namun, BSSN mengeklaim sudah melakukan konversi informasi atau enkripsi data warga untuk mengamankan sementara.
"Tadi kan saya bilang datanya dienkripsi. Kalau (sampai) dienkripsi ya sebenarnya tidak aman," ujar dia saat konferensi pers di Jakarta, Senin (24/6/2024).
Saat ini, Hinsa belum bisa memastikan adanya data warga yang disalahgunakan atas kejadian serangan ransomware. Dia menjelaskan pihak BSSN, Kominfo, tim siber crime Polri dan KSO Telkomsigma untuk berkoordinasi menangani masalah terkait.
"Nanti kita lagi forensik. Fakta saja yang kita laporkan saat ini datanya dienkripsi," ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Network & IT Solution PT Telkom, Herlan Wijanarko, menyebut pelaku ransomware yang menyerang sistem imigrasi pada PDN meminta tebusan uang senilai 8 juta dolar Amerika Serikat (AS), atau setara Rp131 miliar dengan asumsi kurs Rp16.440.
"Jadi memang kita ada, kita ikuti mereka minta tebusan 8 juta dolar AS," ungkap Herlan.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Intan Umbari Prihatin