Menuju konten utama

Politikus PAN Divonis 9 Tahun Bui Karena Terima Suap Rp7,4 M

Majelis hakim menjatuhkan vonis 9 tahun bui, denda Rp1 miliar dan pencabutan hak politik selama 5 tahun kepada politikus PAN, Andi Taufan Tiro sebab terbukti menerima suap Rp7,4 miliar terkait program dana aspirasi proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara.

Politikus PAN Divonis 9 Tahun Bui Karena Terima Suap Rp7,4 M
(Ilustrasi) Terdakwa kasus dugaan suap proyek jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Andi Taufan Tiro (kiri) berbicara dengan kuasa hukumnya ketika menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (6/3/2017). Dalam sidang tersebut jaksa penuntut umum menghadirkan lima saksi untuk mendalami kasus itu. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/foc/17.

tirto.id - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis hukuman sembilan tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider kurungan 6 bulan kepada anggota Komisi V DPR RI dari Partai Amanat Nasional (PAN) non-aktif, Andi Taufan Tiro pada Rabu (26/4/2017).

Selain itu, Majelis hakim juga mencabut hak politik Andi sampai lima tahun setelah menyelesaikan hukuman pidananya. Selama kurun waktu itu dia tidak berhak dipilih untuk jabatan publik.

Majelis hakim menganggap Andi terbukti menerima suap Rp7,4 miliar terkait program dana aspirasi proyek pembangunan jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Maluku dan Maluku Utara.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Andi Taufan Tiro terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan pertama," kata Ketua Majelis Hakim Fazhal Hendri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yang meminta hakim menjatuhkan hukuman 13 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan kepada Andi Taufan.

Adapun pertimbangan majelis hakim dalam menetapkan amar vonis itu ialah jabatan Andi Taufan Tiro sebagai anggota legislatif. Andi dianggap tidak mendukung pemerintah dalam memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme.

"Akibat perbuatannya terdakwa telah merusak check and balances antara eksekutif dan legislatif. Dan merusak upaya pemerintah untuk memberantas korupsi," kata Hakim Fazhal.

Namun hakim juga mempertimbangkan sejumlah hal yang meringankan Andi Taufan, yakni bahwa dia sudah mengembalikan uang Rp500 juta ke KPK, belum pernah dihukum dan bersikap sopan di persidangan.

Majelis hakim menilai Andi terbukti menikmati suap dengan berlibur ke luar negeri dan menggunakan biaya korupsi tersebut untuk dana kampanye di daerah pilihannya di Sulawesi Selatan.

"Terdakwa terbukti menerima fee Rp 7,4 miliar dari dua pengusaha asal Maluku dan Maluku Utara. Suap tersebut diberikan melalui beberapa tahapan. Tahapan pertama, Andi menerima uang Rp 3,9 miliar dan 257.661 dollar Singapura melalui Damayanti Whisnu Putranti. Tahapan kedua senilai Rp 2,5 miliar diberikan sendiri oleh Direktur Utama PT Whindu Tunggal Utama Abdul Khoir. Tahap terakhir, Andi menerima 101.807 dollar Singapura atau senilai Rp 1 miliar dari Direktur Utama PT. Martha Teknik Tunghal, Hengky Poliesar," demikian bunyi amar putusan Majelis Hakim.

Suap itu diberikan agar perusahaan Abdul Khoir dan Hengky bisa terpilih sebagai penggarap pembangunan proyek jalan itu.

Andi juga terbukti bersama Mantan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary telah melakukan rapat setengah kamar dengan sejumlah pihak yang terlibat, antara lain Damayanti Wisnu Putranti, Budi Supriyanto, dan Musa Zainuddin. Rapat ini dilakukan untuk memuluskan proyek jalan di Terohe-Talimu senilai Rp 41 milyar dan Walabuya-Sofi senilai Rp 100 milyar.

"Terdakwa (Andi) terbukti melanggar Pasal 12 huruf a UU Nomo 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantaran Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP dengan vonis sembilan tahun penjara," papar Majelis Hakim.

Usai persidangan, Andi mengatakan akan mengajukan banding untuk meringankan vonis hakim di tingkat pertama.

"Banding pasti. Insyaallah. Karena posisi saya sama kayak ibu Damayanti. Tapi kenapa saya lebih berat," kata Andi.

Andi memang menerima vonis jauh lebih berat ketimbang hukuman bagi terpidana lain di kasus ini, Dhamayanti Whisnu Putranti, yakni 4,5 tahun penjara. Politikus PDIP itu menerima vonis lebih ringan sebab menjadi Justice Collaborator di KPK.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP PROYEK PUPR MALUKU atau tulisan lainnya dari Dimeitry Marilyn

tirto.id - Hukum
Reporter: Dimeitry Marilyn
Penulis: Dimeitry Marilyn
Editor: Addi M Idhom