Menuju konten utama

Politikus Gerindra: Kinerja Menteri Nadiem Makarim Layak Dievaluasi

Berbagai kebijakan yang dibuat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dianggap hanya membuat kegaduhan.

Politikus Gerindra: Kinerja Menteri Nadiem Makarim Layak Dievaluasi
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/aww.

tirto.id - Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Ali Zamroni mengkritik langkah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim yang menentukan pemenang mitra Program Organisasi Penggerak (POP). Kebijakan ini pun menuai kontroversi dan kritik banyak pihak, apalagi setelah Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) lalu PGRI memilih mengundurkan diri.

Ali menilai program yang menelan biaya hampir Rp600 miliar yang dibebankan kepada APBN tersebut terkesan membuat gaduh.

"Ironis saat ini ada tiga organisasi besar yang telah menyatakan mengundurkan diri dari POP yaitu NU, Muhammadiyah, dan PGRI. Yang kita telah ketahui betapa ketiga organisasi ini berkontribusi membangun dunia pendidikan di Indonesia sejak lama dan informasi bahwa tidak Lolosnya beberapa organisasi yang sudah layak seperti Muslimat NU, Aisyiyah, IGNU, dan lain lain," kata Ali lewat keterangan tertulisnya, Senin (27/7/2020) pagi.

Kata Ali seharusnya pihak Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation merasa malu dan mengundurkan diri.

POP adalah kebijakan turunan dari visi 'Merdeka Belajar'--yang diperkenalkan pada akhir tahun lalu. Organisasi yang tergabung ke dalam program ini, termasuk di antaranya yang disebutkan di atas, akan diminta bergotong royong meningkatkan kualitas pendidikan, yang menurut Nadiem Makarin ini belum menunjukkan perkembangan signifikan selama 20 tahun terakhir.

Tak hanya itu, Ali juga melihat banyak sekali kebijakan Nadiem yang diambil menuai kontroversi sejak dilantik pada akhir 2019 lalu.

"Sebut saja misalkan mem-PLT-kan para pejabat eselon 1 dan eselon 2 di Kemendikbud yang berakhir dengan digantinya para pejabat-pejabat tersebut dengan pejabat baru yang membuat perlu adanya adaptasi kembali dan adanya kegagapan dalam pergerakan dan penyerapan anggaran Kemendikbud yang mendapatkan teguran Bapak Presiden Jokowi," katanya.

Lanjut Ali beberapa langkah kontroversial lainnya juga seperti penghapusan Nomenklatur Pendidikan Masyarakat dan Kesetaraan yang didemo oleh pegiat pendidikan non-formal karena merasa dianaktirikan, kerjasama Kemendikbud dengan Netflix, kebijakan pemotongan anggaran tunjangan profesi guru di Satuan Pendidikan Kerjasama (SPK), hingga aksi mahasiswa di berbagai kota di masa pandemi ini karena menuntut keringanan UKT.

"Saat ini sudah tepat jika masyarakat dan para pendidik dari tingkat PAUD sampai dengan perguruan tinggi mengevaluasi menteri-nya sendiri," kata Ali.

Ia juga menduga bahwa POP sudah masuk ke kategori konflik kepentingan karena Sampoerna Foundation mendapatkan kategori Gajah sebesar Rp20 miliar, sedangkan Dirjen GTK Kemendikbud, Iwan Syahrir yang menandatanggani SK penetapan organisasi penggerak merupakan mantan dekan di Universitas Sampoerna.

"Menteri Nadiem dan para pejabat di lingkungan Kemendikbud RI harus dievaluasi karena pendidikan itu harus bebas dari segala kepentingan. Jangan sampai adanya titipan dan di tunggangi oleh kepentingan pribadi atau golongan," katanya.

Baca juga artikel terkait PROGRAM ORGANISASI PENGGERAK atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Bayu Septianto