tirto.id - Karopenmas Divhumas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo menyatakan aksi menghina orang lain atau kelompok sudah mengarah dari penghinaan secara tatap muka, tetapi mulai mengarah ke media sosial.
Dedi menyatakan kasus diskriminasi orang Papua maupun dalam kontes Pemilu Serentak 2019 sebagai bukti perubahan perilaku penghinaan di masyarakat. Ia pun mengklaim Direktorat Tindak Pidana Siber Polri pun sibuk menangani kasus yang melibatkan dunia maya.
"Ada pergeseran perilaku, dahulu orang menghina itu bisa secara lisan dan dapat diterapkan diterapkan pasal konvensional KUHP. Tapi di era digital saat ini orang menghina menggunakan teknologi informasi," ucap Dedi di kawasan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Kamis (12/9/2019).
Penghinaan secara daring itu menimbulkan kegaduhan di media sosial dan maupun kenyataan. Dedi berujar masa Pemilu Serentak tahun ini, sepanjang Januari hingga Juli rawan isu sensitif. Ia pun mengatakan perkembangan ujaran kebencian via media sosial pun sudah luar biasa. Dari dinamika situasi yang berubah, Polri berusaha memitigasi semua isu di dalam negeri maupun isu yang berdampak bagi kancah internasional.
Dedi melanjutkan, berbagai macam analisis media yang diterapkan setiap hari oleh polisi bertujuan untuk membedah setiap isu yang berkembang di dalam negeri maupun luar negeri, sehingga antisipasi terhadap isu yang berpotensi merusak persatuan bangsa dapat diminimalkan.
Berkaitan dengan masalah rasisme, Polri memiliki berbagai macam pendekatan. Ia mengklaim, pendekatan pun dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.
"Pendekatan yang kami lakukan dalam hal ini sesuai Undang-Undang Polri, polisi sebagai pengemban tugas pemelihara keamanan ketertiban masyarakat. Kami tidak mau setiap kejadian rasis ini terus dibiarkan begitu saja," kata Dedi.
Polri mengutamakan keamanan dan ketertiban masyarakat, meminimalisasikan potensi ancaman tidak merembet. "Kenapa Polri mengirimkan pasukan Brimob hampir sekitar 13 Satuan Setingkat Kompi (SSK) di Papua Barat dan 30 SSK di Papua? Itu semua dalam rangka memitigasi. Jangan sampai lagi terjadi kerusuhan karena dapat merugikan semua pihak," jelas Dedi.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Andrian Pratama Taher