tirto.id - Meskipun sudah ditetapkan tersangka dan berkas dinyatakan P21 alias lengkap, hingga hari ini tersangka dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama belum ditahan.
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menjelaskan alasan kepolisian tidak menahan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) karena fakta hukum yang disampaikan kurang kuat meskipun ancaman hukuman pidana dalam kasus Ahok hingga 5 tahun penjara.
"Fakta hukum yang jadi masalah, bukan tekanan publik," tutur Tito di Kompleks DPR, Jakarta, Senin (5/12/2016).
Tito menegaskan, penahanan baru bisa dilakukan apabila unsur subjektif dan objektif terpenuhi. Dalam kasus Ahok, unsur subjektif dan objektif masih dalam perdebatan. Pihak internal Polri mengalami pembahasan serius untuk meningkatkan status penyelidikan dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta non-aktif itu. Para penyidik sempat berdebat apakah ada mens rea atau unsur kesengajaan sebelum meningkatkan status penyelidikan ke penyidikan.
Menurut Tito, penangguhan dengan kurang unsur terjadi di beberapa kasus. Ia mencontohkan kasus Munir maupun kasus Jessica. Dalam kasus pembunuhan Munir, penahanan Polly Carpus tidak dilakukan kepolisian meskipun ancaman hukuman di atas 5 tahun. Sementara itu, dalam kasus Jessica, Tito mengatakan kalau kepolisian sempat meragukan untuk penahanan. Akan tetapi, penahanan baru terlaksana setelah ada bukti.
Mantan Kapolda Metro Jaya itu menjelaskan kepolisian bisa langsung menahan apabila unsur subjektif dan objektif utuh. Ia menjelaskan, kepolisian bisa langsung menahan Lia Eden maupun kasus Arswendo Atmowiloto. Lia Eden terbukti menistakan agama karena menyatakan dirinya titisan nabi sementara Arswendo terbukti menang polling dibandingkan nabi Muhammad. Oleh karena itu, Tito menegaskan, kepolisian baru bisa menahan apabila status perkara sudah tepat.
"Kami sudah menyampaikan dalam kasus-kasus itu cukup telak dan mutlak," jelas Tito.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Agung DH