tirto.id - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengumumkan rencana revitalisasi 12 Jembatan Penyeberangan Orang (JPO).
"Dalam waktu dekat, kami akan merevitalisasi 12 JPO yang berada di sepanjang kawasan Sudirman-Thamrin," ungkap Wakil Gubernur Sandiaga Uno, di Balai Kota, Jakarta Pusat, Jumat, 27 April 2018.
Rencana itu, kata Sandiga, sebagai bagian persiapan menyambut Asian Games 2018. Alasan lainnya, 12 JPO sudah masuk dalam kondisi rusak, dan butuh perbaikan. Dinas Bina Marga DKI Jakarta direncanakan menjadi penanggung-jawab pekerjaan itu.
Sekalipun baru rencana, revitalisasi JPO itu jadi kontroversi. Pasalnya, kabar yang luas beredar, Pemprov DKI Jakarta membutuhkan biaya hingga Rp 56miliar untuk perbaiki 3 JPO. Dengan anggaran Rp 56 miliar, JPO di Ratu Plaza, Stadion Utama Gelora Bung Karno, dan Polda Metro Jaya akan diperbaiki serta disesuaikan dengan model masa kini. Hal yang sama juga berlaku bagi JPO lain di seluruh koridor Sudirman-Thamrin.
"Revitalisasi itu akan dilakukan terhadap JPO yang berada mulai dari Ratu Plaza sampai Bank Indonesia. Seluruh JPO akan kami buat tampak lebih kekinian dengan konsep hemat energi," jelas Sandiaga.
Besaran estimasi anggaran itulah yang lalu jadi perdebatan. Bahkan, nilai Rp 56 miliar untuk 3 JPO itu dibandingkan dengan upaya gubernur sebelumnya, Basuki Tjahja Purnama (Ahok), mengalokasikan Rp9 Miliar untuk 61 JPO.
Dari Mana Perbandingan Dimulai?
Ambil salah satu contoh informasi yang beredar. Fanpage Facebook Kata Kita, misalnya, pada 29 April 2018 mengunggah materi visual yang membandingkan anggaran JPO di era Anies-Sandiaga dan Ahok. “Asal tahu aja ya, Gubernur DKI sebelumnya Dana 9 Miliar bisa revitalisasi 61 JPO. Gubernur DKI Now Dana 56.6 Milyar hanya revitalisasi 3 JPO. Hebaatttttt,” demikian tertulis dalam materi visual berupa poster itu. Poster lengkap dengan potongan gambar artikel berita sebagai bukti rujukan.
Poster itu menyebut angka Rp 56,6 miliar untuk 3 JPO berasal dari artikel CNN Indonesia berjudul "Anies-Sandi Gelontorkan Rp56 Miliar untuk Benahi 3 JPO". Sementara angka Rp9 Miliar untuk 61 JPO di era Ahok dirujuk kepada berita lama Detik.com berjudul "Catat Ini Janji Manis Perbaikan JPO Horor di Jakarta".
Dari informasi itulah, angka Rp 9 miliar untuk 61 JPO diketahui asal-muasalnya.
Artikel dengan informasi dan intonasi yang serupa dengan poster Kata Kita juga diunggah sejumlah situs. Pada 29 April 2018, misalnya, Suarasosmed.info memuat artikel berjudul "Perbandingan Fantastis Anggaran JPO Jaman AHOK Dan Jaman Anies !!.. Simak Datanya!" Artikel itu pun bukan artikel asli, melainkan hanya duplikasi. Pada 28 April 2018, situs Seword.com sudah lebih dulu menyampaikan informasi serupa, dengan kalimat per kalimat yang sama persis (perbedaan terletak di judul tulisan saja).
Namun benarkah angka-angka yang dibandingkan itu? Dan bagaimana perbandingan sebaiknya dilakukan?
Menguji Klaim Angka di Era Ahok
Artikel Detik.com yang dijadikan rujukan menjelaskan satu hal yang absen dalam poster Kata Kita: angka Rp56 miliar itu muncul dalam konteks rencana, persisnya Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2016.
"Sudah masuk di KUA-PPAS," ujar Kepala Dinas Perhubungan DKI Andri Yansyah, Kamis (26/11/2015).
Dalam tahapan penetapan RAPBD, KUA-PPAS memang tidak berlangsung di awal proses, melainkan sudah hampir di ujung penetapan. Kendati demikian, KUA-PPAS belum menjadi APBD. Dari KUA-PPAS ke APBD mungkin saja terjadi perubahan-perubahan, termasuk besaran anggaran.
Menjadi penting untuk mengecek langsung melalui data resmi, dalam hal ini situs resmi tentang APBD Jakarta, persisnya di kategori APBD 2016 “Revisi KUPA PPAS 2016”. Di sana, tidak ditemukan jumlah 61 perbaikan JPO.
Dalam Revisi KUPA PPAS 2016 itu ditemukan 7 daftar program "perbaikan/perawatan JPO" mulai dari koridor 1, 2, 3, 4, 7, 9, 10 (total berjumlah tujuh koridor) dari SKPD Dinas Perhubungan dan Transportasi. Daftar program ini yang paling dekat dengan soal pembangunan/perbaikan JPO.
Pada SPKD yang sama masih ditemukan tiga program lain (Pekerjaan Sondir Perencanaan JPO; Pengadaan Checkered Plate Untuk Perbaikan JPO dan Peningkatan JPO Setiabudi Utara, Jakarta Selatan). Artinya, dapat disimpulkan, setidaknya ada 10 program terkait JPO dari SKPD Dinas Perhubungan dan Transportasi.
Sementara itu, SKPD Suku Dinas Perhubungan (Sudin) per wilayah terdapat program-program sebagai berikut. Satu program "perawatan jembatan penyeberangan orang di wilayah Jakarta Barat"; tiga program "pemeliharan jembatan penyebarangan orang" (wilayah Kecamatan Senen dan Kemayoran; Kecamatan Sawah Besar dan Kecamatan Gambir; dan Kecamatan Tanah Abang) untuk Sudin Jakarta Pusat; tiga program serupa (wilayah Jakarta Selatan; Kecamatan Tebet dan Kecamatan Pasar Minggu) Sudin Jakarta Selatan. Sementara itu, tidak ada program terkait pembangunan/perbaikan/perawatan JPO untuk SKPD Sudin Jakarta Timur dan Jakarta Utara.
Jika ditotal pun, hanya ada 17 program dalam Revisi KUPA PPAS 2016 yang terkait pembangunan/perbaikan/perawatan JPO. Berapa nilainya? Dari perhitungan 17 program itu diperoleh angka total sekitar Rp 10 miliar.
Sedangkan pada kategori SKPD Dinas Bina Marga, ditemukan program pembangunan/peningkatan jalan dan jembatan dengan nama kegiatan “Pembangunan /Peningkatan Jembatan di Prov. DKI Jakarta. (kode: 1.03.01.015) dengan pagu anggaran Rp 10.113.630.709,00. Tidak ada keterangan berapa jumlah program, namun terdapat informasi kegiatan ini untuk jembatan penyeberangan di atas air.
Berkaca pada dua informasi program dan kegiatan dua SKPD di atas, tidak ditemukan informasi soal anggaran Rp9 Miliar untuk 61 JPO yang disebut-sebut dalam poster unggahan Fanpage Facebook Kata Kita.
Kontroversi Anggaran Revitalisasi JPO di Era Anies-Sandi
Dalam dokumen "Rencana Revitalisasi JPO Koridor Sudirman-Thamrin" terdapat biaya Rp 56 miliar untuk perbaiki 3 JPO. Dokumen itu juga jelas berlabelkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Dinas Bina Marga, lengkap dengan logo-logonya.
JPO Ratu Plaza dengan panjang 66,30 meter, lebar 3 meter dan luas mencapai 198,90 meter persegi diperkirakan membutuhkan biaya revitalisasi Rp 17.424.275.000. Sementara JPO Stadion Utama Gelora Bung Karno dengan panjang 66,00 meter, lebar 3 meter dan luas 198,00 meter persegi, membutuh Rp 18.501.575.000. Untuk JPO Polda Metro Jaya dengan panjang 70,00 meter, lebar 3 meter dan luas mencapai 210,00 meter persegi diperkirakan membutuhkan biaya Rp 19.391.975.000.
Dokumen menyebutkan biaya jasa konsultasi manajemen konstruksi untuk ketiga JPO itu mencapai Rp 1.065.240.000. Jadi total estimasi anggaran mencapai Rp 56.383.065.000.
Artinya memang benar ada estimasi anggaran biaya Rp 56 miliar untuk pembangunan 3 JPO itu.
Melalui situs resmi APBD Jakarta, persisnya kategori “Anggaran Kegiatan Input Penyempurnaan dan Penyesuaian Raperda dan Rapergub Tentang RAPB TA Hasil Evaluasi Kemendagri 2018” (yang merupakan kategori terakhir yang ada di situs APBD dan dapat diakses publik); pada kategori SKPD Dinas Perhubungan tidak ditemukan porsi anggaran yang terkait dengan pembangunan/perbaikan JPO.
Dalam kategori SKPD yang sama, hanya ditemukan dua rencana kegiatan ini: (1) Pembangunan Prasarana Keselamatan Lalu Lintas di Koridor Busway senilai Rp 715.642.370,00; (2) Pembangunan Jalur Khusus Event Olahraga Internasional 2018 senilai Rp 10.813.287.215,00. Saat dicek pada informasi detailnya, tidak ada kegiatan yang terkait (dengan nama) JPO.
Sementara itu, pada kategori SKPD Dinas Bina Marga, ditemukan Program Pembangunan/Peningkatan Jalan dan Jembatan dengan kegiatan "Pembangunan JPO di Provinsi DKI Jakarta" (kode: 1.03.04.021) dengan total nilai pagu anggaran Rp 68.303.604.400,00 dan target JPO yang terbangun 10 buah.
Tirto mencoba menghubungi Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DKI Jakarta Tuty Kusumawati untuk mengetahui mekanisme anggaran apa yang akan digunakan. Saat dicoba ditanya apakah revitalisasi itu akan diambil dari pagu anggaran SKPD Dinas Bina Marga seperti disebutkan situs APBD DKI Jakarta 2018, Tuty hanya menjawab: "Silakan hubungi langsung dinas yang bersangkutan."
Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Yusmada Faizal saat dikonfirmasi membenarkan rencana Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan revitalisasi 12 JPO. Yusmada memberi catatan bahwa hal itu baru "rencana".
“Iya [ada]. Itu, kan, rencana, ya,” kata Yusmada menjawab singkat.
Yusmada menjelaskan revitalisasi JPO sebagai salah satu upaya memenuhi kebutuhan warga masyarakat, termasuk upaya untuk memperhatikan kelompok disabilitas dan lainnya. Sementara, terkait rencana biaya Rp 56 miliar, Yusmada kembali menegaskan bahwa itu perlu dibaca sebagai rancangan.
“Tapi itu, kan, seandainya akan dibangun seperti itu. Itu rencananya,” ungkapnya.
Dia juga menjelaskan bahwa revitalisasi JPO koridor Sudirman-Thamrin masih membutuhkan persetujuan.
Terkait data anggaran kegiatan "Pembangunan JPO di Provinsi DKI Jakarta" pada SKPD Dinas Bina Marga senilai Rp 68 miliar untuk tahun 2018, Yusmada menjawab bukan dengan pos itu. Pos anggaran itu untuk membangun JPO baru. Sementara, revitalisasi JPO koridor Sudirman-Thamrin sudah direncanakan tidak akan menggunakan APBD.
“Untuk saat ini kami putuskan dengan pihak ketiga,” jelasnya.
Mengabaikan Status "Rancangan/Rencana"
Dari penelusuran yang sudah dilakukan, bisa disimpulkan bahwa dua angka yang diperbandingkan itu sebenarnya sama-sama berstatus rancangan.
Bedanya, informasi tentang rancangan Rp56 miliar untuk 3 JPO (sebagai bagian dari program perbaikan 12 JPO) terdapat dalam dokumen resmi, sedangkan Rp9 miliar untuk 61 JPO di era Ahok tidak ditemukan dalam KUA-PPAS yang dirujuk dalam berita yang menjadi dasar perbandingan. Satu lagi: anggaran untuk revitalisasi 3 JPO yang digadang-gadang mencapai Rp56 miliar itu, dalam klaim Kepala Dinas Bina Marga saat ini, akan diambil dari dana pihak ketiga.
Sebagai sama-sama rancangan/rencana, perbandingan dua informasi itu sebenarnya bisa diterima karena masih terhitung apple to apple. Hanya saja, perbandingan itu rentan menjadi sebentuk disinformasi karena tidak menjelaskan fakta mendasar "rancangan/rencana".
Penulis: Frendy Kurniawan
Editor: Zen RS