tirto.id - Temuan dugaan suap dalam pembahasan APBD-P Kota Malang Tahun Anggaran 2015 menjadi penyebab DPRD Kota Malang lumpuh. Sebab Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah secara bertahap mentersangkakan 40 dari total 45 anggota dewan itu.
Program yang sedianya dibahas seperti penyampaian Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Wali Kota Malang, akhirnya dibatalkan karena tidak terpenuhinya jumlah anggota dewan.
Berdasarkan keterangan JPU KPK di Pengadilan Tipikor Surabaya, kasus suap yang membelit kalangan legislatif dan eksekutif Kota Malang berawal pada 27 Juni 2015. Saat itu digelar rapat paripurna yang dihadiri Pemkot Malang.
Rapat itu membahas Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD-P 2015. Pembahasan terkait hal itu dilanjutkan dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Malang, pada 6 Juli 2018.
Sebelum rapat di Banggar itu, pimpinan DPRD Kota Malang dan pimpinan fraksi bertemu dengan Wali Kota Malang Moch Anton, Wakil Wali Kota Malang Sutiaji, Kepala Dinas PUPPB Kota Malang Jarot Edy Sulistyono, dan Sekretaris Daerah Kota Malang Cipto Wiyono. Saat itu beberapa anggota dewan meminta uang pelicin untuk memperlancar pembahasan KUA-PPAS APBD-P 2015.
Menurut KPK, uang pelicin itu diistilahkan anggota DPRD Kota malang sebagai uang pokok pikiran (pokir).
Pihak eksekutif Kota Malang pun menyanggupi. Lalu mereka menghimpun dana proyek dari rekanan sebesar Rp 700 juta. Dana itu disiapkan Cipto dan Jarot dengan meminta stafnya mengirim uang pokir itu ke rumah dinas mantan Ketua DPRD Kota Malang M Arief Wicaksnono. Kemudian Arief mendistribusikan dana pokir itu ke beberapa anggota DPRD Kota Malang.
Sejak 11 Agustus 2017, secara beruntun KPK menetapkan anggota DPRD Kota Malang sebagai tersangka kasus suap. Hingga kini anggota DPRD Kota Malang yang tersisa hanya lima orang.
Celah yang Dimainkan Dalam Pembahasan APBD
Pembahasan anggaran di pemerintah daerah memiliki banyak celah yang bisa dimainkan untuk memperkaya diri. Intan Dita Wira, Kepala Divisi Advokasi Malang Corruption Watch menyebut, proses memperkaya diri lewat pembahasan anggaran ini bisa merugikan banyak orang.
Ketika ada tawar menawar pendapat dalam pembahasan APBD dari masing-masing fraksi, intan menyebut, negosiasi di antara keduanta berpotensi bermuara pada kesepakatan pengerjaan proyek-proyek daerah.
"Di APBD mereka itu akan membagi seperti apa proyek yang akan dikerjakan. Nanti di proses lelang proyek masih ada dugaan kecurangan yang dilakukan," kata Intan kepada reporter Tirto, Rabu (5/9/2018).
Dampaknya menurut Intan, akan ada proyek yang mangkrak. Dia menyontohan proyek pembangunan Islamic Center Malang. Proyek itu tercantum dalam APBD 2016, tapi hingga kini tak ada wujud bangunan riilnya.
"Ini aktor intelektualnya di eksekutif belum terungkap. KPK juga belum membuka. Kami berharap nanti mereka bisa dipanggil juga,” tuturnya. Dia berujar pola-pola memainkan negosiasi saat pembahasan APBD tersebut berpotensi dimainkan di daerah lainnya.
Penulis: Tony Firman
Editor: Dieqy Hasbi Widhana