tirto.id - Perdana Menteri Kamboja Hun Sen merasa dirinya dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump adalah korban dari pemberitaan media yang dianggap “anarkis”.
Menurut Hun Sen, wartawan wartawan Kamboja yang sering memberitakan kasus pelanggaran hak asasi manusia dan bisa menjadi kelompok yang anarkis sehingga dapat mengancam keamanan nasional, seperti dilansir dari Reuters.
Ia juga mengkritik fokus pemberitaan media terhadap isu HAM, karena menurutnya tema tersebut berbahaya bagi perdamaian dan keamanan nasional.
"Hak asasi manusia yang anarkis adalah hak asasi yang dapat menghancurkan negara. Saya berharap negara-negara sahabat dapat memahami masalah ini," kata Hun Sen.
Media di Kamboja telah selama bertahun-tahun menikmati kebebasan dibandingkan dengan banyak media di negara-negara tetangga.
Hun Sen kerap menuduh Radio Free Asia dan radio Voice of America yang didanai AS mendukung partai oposisi.
Media di Kamboja kerap dituduh bersikap tidak adil terhadap pemerintahannya.
Sikap yang sama juga ditunjukkan oleh Presiden AS Donald Trump yang telah secara berkala menyerang media. Pekan lalu, ia mengkritik organisasi-organisasi pemberitaan yang dianggap menyiarkan "berita palsu". Bahkan, Trump menyebut media tersebut sebagai "musuh rakyat Amerika Serikat".
"Donald Trump memahami, media kerap menjadi kelompok yang anarkis," kata Hun Sen dalam komentar yang diunggahnya di Facebook, Senin (27/2/2017).
Hun Sen mengatakan sebelum pemenang pemilihan presiden AS diumumkan bahwa ia berharap Trump yang akan meraih suara terbanyak.
PM Kamboja itu menilai, kemenangan Trump akan berkontribusi untuk perdamaian dunia.
Perdana Menteri Kamboja yang telah berkuasa selama 30 tahun itu kerap dituduh terlibat pelanggaran hak asasi manusia dan korupsi oleh para pegiat HAM dan negara-negara Barat.
Hun Sen menyangkal tuduhan tersebut.
Ketegangan politik di Kamboja terus meningkat dalam beberapa bulan terakhir, khususnya setelah oposisi menuduh Hun Sen berupaya memaksakan kuasanya untuk kembali menjabat pada pemilihan umum Juni mendatang serta pemilihan umum tahun depan.
Hun Sen adalah mantan gerilyawan Khmer Merah di Kamboja.
PM Kamboja itu sempat mengingatkan, kemenangan oposisi berpotensi memicu kembali perang saudara di negaranya.
Kedutaan Besar AS di Kamboja pekan lalu menyampaikan keprihatinan terhadap usulan undang-undang dari partai penguasa terkait langkah untuk mempermudah pembubaran partai politik.
Undang-undang itu dinilai membatasi kebebasan berekspresi dan aktivitas berpolitik yang sah.
Partai penguasa pendukung Hun Sen sebelumnya mengusulkan agar Undang-Undang Pemilihan Umum Tahun 1998 direvisi.
Tujuan dari revisi tersebut agar pemerintah berwenang membubarkan partai jika dianggap memancing kebencian atau apa pun yang mengancam keamanan nasional. Alasan itu oleh Kedubes AS dianggap "tidak jelas dan kabur".
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri