tirto.id - Tiga pimpinan DPR RI kompak menyatakan wacana pengusulan Hak Angket, yang meminta pembukaan rekaman pemeriksaan penyidik KPK terhadap anggota dewan tersangka pemberian keterangan palsu di sidang korupsi e-KTP, Miryam S Haryani, merupakan bentuk pengawasan.
Tiga Wakil Ketua DPR RI mengeluarkan pernyataan yang membantah tudingan bahwa wacana Hak Angket itu terindikasi akan mengintervensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penanganan korupsi e-KTP yang menyeret puluhan nama mantan anggota dan politikus aktif di legislatif.
Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan sempat mengaku enggan menanggapi tudingan itu. Tapi dia menjelaskan wacana Hak Angket itu merupakan kewenangan Komisi III dalam melakukan pengawasan.
"Biarkan hak itu menjadi otorisasi Komisi III DPR yang lebih paham sebagai mitra kerja yang membidangi hukum. Tentunya mekanisme keputusan finalnya seperti apa? Kami ikuti secara mekanisme tata tertib," kata Taufik di Gedung Nusantara III, Jakarta, pada Kamis (20/4/2017) seperti dilansir Antara.
Taufik mengklaim pimpinan DPR RI tidak bisa mencampuri sikap para anggota Komisi III yang menggulirkan wacana Hak Angket tersebut.
"Ini aspirasi kawan-kawan di Komisi III agar ada tindak lanjut dari laporan, RDP (Rapat Dengar Pendapat) dengan KPK. Tentunya kalau sudah masuk dalam alat kelengkapan dewan, pimpinan DPR tidak bisa intervensi apa pun," kata Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut.
Menurut dia usulan itu akan dibahas sesuai dengan mekanisme dan tinggal menanti perkembangannya. Dalam tata tertib DPR RI, kata Taufik, pengajuan hak angket melekat pada anggota DPR dan ketentuan minimal diajukan hak angket adalah dua fraksi atau 25 orang anggota DPR.
"Akan tetapi, kalau itu merupakan bagian dari salah satu keputusan dari Komisi, setiap komisi rata-rata 50 anggota DPR. Sekarang sudah seluruh fraksi berada di dalamnya," ujar dia. "Itu akan dibahas dalam Badan Musyawarah DPR dan Pimpinan DPR tinggal menunggu tindak lanjut dari internal Komisi III."
Adapun Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai rencana Komisi III DPR menggulirkan Hak Angket bukan bentuk intervensi proses hukum di kasus e-KTP.
"Kalau DPR tidak ada istilah intervensi karena dalam pengawasannya, kami boleh melakukan apa saja," kata Fahri.
Dia menjelaskan hak angket itu bukan hanya terkait kasus Miryam namun proses penegakkan hukum dalam dugaan korupsi e-KTP. "Kasusnya banyak dan akhirnya yang mau diinvestigasi juga banyak," ujar Fahri.
Fahri menjelaskan penggunaan hak DPR adalah untuk menjalankan fungsi kenegaraan sehingga lembaga negara bisa diperbaiki secara permanen dan sifatnya terbuka. "Jadi saya kira itu positif dan sebagaimana semboyan KPK kalau kita jujur maka kita hebat sehingga tidak perlu takut," ujarnya.
Menanggapi Hak Angket KPK ini, Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto juga menyatakan hak itu melekat pada setiap anggota dewan. Karena itu, penggunaan hak angket adalah kewenangan DPR terkait pengawasan.
"Untuk permasalahan hak angket maupun interpelasi, mau pun hak bertanya, dan hak hak anggota dewan tentunya hak yang melekat dalam pribadi anggota dewan," ujar dia.
Wacana Hak Angket KPK ini bergulir usai perdebatan alot antara Komisi III dengan KPK dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang berlangsung hingga Rabu dini hari (19/4/2017). Perdebatan alot terjadi sebab KPK menolak permintaan Komisi III untuk membuka rekaman pemeriksaan Miryam di forum tersebut.
“Kami sampaikan bahwa KPK berbeda pendapat dengan Komisi III. KPK tentu tidak dapat membuka rekaman pemeriksaan saksi (Miryam) kecuali dalam proses persidangan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom