Menuju konten utama

Pilkada Saat Pandemi: Potensi Politik Uang Berkedok Bansos COVID-19

Di masa sekarang, bansos COVID-19 bisa jadi wujud konkret politik uang. Oleh karena itu Bawaslu diminta lebih proaktif dan jeli.

Pilkada Saat Pandemi: Potensi Politik Uang Berkedok Bansos COVID-19
Seorang warga menggunakan sarung tangan plastik guna meminimalisir penyebaran COVID-19 saat mengikuti simulasi pemungutan suara Pilkada 2020, di Lapangan Vatulemo, Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (21/11/2020). ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah/hp.

tirto.id - Dugaan politik uang dalam Pilkada 2020 tercium jauh hingga Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat. Kuasa hukum kandidat gubernur-wakil gubernur nomor urut 2, Sutan Riska Tuanku Kerajaan-Dasril Panin Datuk Labuan (SR-Labuan), pada Minggu lalu (6/12/2020), hari dimulainya masa tenang, melaporkan dugaan kecurangan itu ke Bawaslu Dharmasraya. Tudingan tak lain ditujukan kepada kandidat nomor urut 2, Panji Mursyidan.

Diduga rencana 'serangan fajar' dilakukan orang tua Panji, Elviana, Ketua Komite IV DPD RI periode 2019-2024 yang juga terdaftar sebagai tim pemenangan SR-Labuan.

"Beredar rekaman suara yang diduga adalah saudara E yang merupakan orang tua dari saudara Panji Mursyidan, calon Bupati Dharmasraya nomor urut 1. Rekaman dengan durasi 2 menit 16 detik tersebut berisi serangkaian rencana untuk menyebarkan paket sembako di sejumlah titik pemilihan," kata tim kuasa hukum SR-Labuan, Donal Fariz, dalam keterangan tertulis, Senin (7/12/2020). Hal ini diduga melanggar Pasal 187A Undang-Undang Pemilu yang ancaman penjaranya maksimal enam tahun.

Dalam rencana ini, paket bakal dikirimkan kepada warga "seolah-olah sebagai bantuan Covid," kata Donal.

Donal mengatakan Bawaslu semestinya lebih proaktif menangkal praktik politik uang seperti ini. "Sudah seharusnya ditindaklanjuti dalam bentuk pengawasan yang lebih maksimal sehingga tidak terkesan menunggu laporan dari masyarakat saja."

Ketua Bawaslu Dharmasraya Syamsurizal enggan berkomentar saat dikonfirmasi wartawan Tirto. Upaya konfirmasi kepada Elviana pun belum ditanggapi.

Peneliti dari Pusat Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Zaenur Rohman mengatakan politik uang seperti ini adalah persoalan klasik dalam pemilihan, dan semakin rumit dalam konteks saat ini. Masyarakat lebih permisif terhadap praktik tersebut karena saat ini "statusnya krisis ekonomi" dan mereka jelas "sangat memerlukan bantuan," termasuk di luar jalur resmi dari pemerintah.

Perkara ini semakin "susah dijerat" jika terkait dengan petahana. Zaenur bilang praktik umumnya adalah mereka membuat program bantuan untuk diri sendiri atau anak, bapak, serta kerabat lain yang hendak maju. "Kemudian itu dibungkus dengan program-program resmi yang sah," kata Zaenur.

Atas dasar itu semua Zaenur sepakat dengan Donal, bahwa Bawaslu memang harus lebih jeli dalam mengawasi praktik politik uang. Ia mendorong Bawaslu aktif menelusuri hingga asal-muasal anggaran bansos COVID-19. Ini penting karena modal yang dikeluarkan para kandidat mungkin akan mereka cari gantinya saat terpilih. Dengan kata lain, rawan melakukan korupsi saat menjabat.

Pegiat pemilu bersih dari Perludem, Fadil Ramadhani, mengatakan "semakin mendekati pemungutan suara, intensi praktik culas ini memang meningkat." Kemungkinan bakal terjadi politik uang--baik dengan uang tunai atau sembako--akan tetap ada "sampai pagi menjelang pemungutan suara," yang berarti tadi pagi.

Dalam indeks kerawanan Pilkada 2020, Bawaslu sebetulnya telah mencatat bahwa politik uang adalah salah satu masalah dalam pemilu. Mereka mendata terdapat 28 daerah yang berpotensi tinggi terjadi praktik politik uang, 233 daerah lain berstatus sedang. Angka kerawanan tinggi politik uang di Pilkada 2020 naik 47 persen dari tahun sebelumnya yang hanya di 19 kabupaten/kota.

Fadil berharap Bawaslu tak hanya mendata, tapi juga benar-benar bertindak. "Kalau ada dugaan pelanggaran, proses; kalau ada temuan, proses; kalau ada laporan, proses. [Semua] dengan profesional dan transparan," katanya.

Anggota Bawaslu RI Ratna Dewi Petalolo mengklaim mereka telah mengawasi betul praktik politik uang berbungkus bansos COVID-19 sejak lama. Selain pengawasan, mereka juga meminta agar para kandidat yang juga petahana tidak menyalurkan bansos di minggu tenang, apa pun alasannya, sebab itu "berpotensi melanggar ketentuan pasal 73 politik uang."

"Bahkan [jika] bisa dibuktikan ada perbuatan yang politik uang TSM (terstruktur, sistematis, dan masif), sanksinya itu diskualifikasi, pembatalan,” kata Ratna kepada reporter Tirto, Selasa (8/12/2020).

Untuk saat ini ada beberapa kasus yang terkait politik uang telah diputus inkrah, misalnya Pilkada Cianjur, Tangerang Selatan, hingga Kota Palu. Beberapa daerah lain, termasuk Dharmasraya, masih disidik. Ia pun berjanji akan melakukan hal serupa jika ada temuan-temuan lain.

"Politik uang di tahapan masa tenang, pungut-hitung [suara], sampai rekap, tentu akan diproses."

Baca juga artikel terkait PILKADA 2020 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Rio Apinino