Menuju konten utama

Pidato Jokowi soal Target SEA Games 2019 Hanya akan Bebani Atlet

Di satu sisi pidato Jokowi dianggap sebagai pelecut semangat, tapi di sisi lain ucapannya tak realistis dan bisa membebani atlet.

Pidato Jokowi soal Target SEA Games 2019 Hanya akan Bebani Atlet
Presiden Joko Widodo (kiri) menyerahkan bendera kepada Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Raja Sapta Oktohari (kanan) disaksikan Ketua Kontingen Indonesia Harry Warganegara (tengah) saat pelepasan atlet untuk SEA Games 2019 di Istana Bogor, Jawa Barat, Rabu (27/11/2019). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/ama.

tirto.id - Presiden Joko Widodo melepas 841 atlet Indonesia yang akan berpartisipasi dalam gelaran SEA Games Filipina, di Istana Negara, Rabu (27/11/2019). Didampingi Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali dan Ketua NOC Raja Sapta Oktohari, Jokowi sempat memberikan pidato di hadapan para atlet.

Salah satu poin dari pidato itu berupa penekanan target agar Indonesia finis setidak-tidaknya di peringkat dua perolehan akhir medali. “Tahun ini kita harus ke ranking dua besar,” ujar eks Gubernur DKI Jakarta tersebut.

Ada dua alasan mengapa Presiden Jokowi menekankan target pribadinya itu. Pertama, dia bilang, “Saya melihat dari wajah, dari wajah, dari wajah saudara-saudara [atlet-atlet] memperlihatkan semangat yang tinggi.”

Kedua, Jokowi mengambil landasan posisi Indonesia saat tampil di Asian Games Jakarta 2018. Kala itu kontingen Garuda mengakhiri perolehan medali di peringkat empat, torehan yang jauh melampaui edisi sebelumnya.

Padahal, di Asian Games edisi sebelumnya Indonesia cuma bisa menempatkan diri di peringkat 15.

“Di SEA Games yang sebelumya kita berada di rangking 5, sebelumnya lagi 5 lagi, tapi saya minta di SEA Games ke-30 di Filipina tahun ini kita harus masuk ke rangking 2 besar,” ulangnya menegaskan.

Retorika Salah Kaprah

Menariknya, ucapan Jokowi tersebut direspons secara beragam.

Sesmenpora Gatot S Dewabroto misal. Ia menilai pernyataan Jokowi itu sebagai sesuatu yang wajar, meski dia sendiri tak menampik peringkat dua adalah target berat. “Sah-sah saja, namanya juga kepala negara.”

Justru menurut Gatot, Jokowi sedang menunjukkan karakternya sebagai “pemimpin yang bisa melecut para atlet.”

Tapi pandangan tersebut dikritik Ketua Asosiasi Profesor Keolahragaan Indonesia (APKORI), Djoko Pekik Irianto. Ia menilai sikap Jokowi menyinggung target atlet menjelang keberangkatan adalah cara klise yang seharusnya tidak terus menerus dilanggengkan kepala negara.

Saat melepas kontingen SEA Games Kuala Lumpur 2017 lalu, Jokowi bersikap sama: menyinggung soal target, begitu pula saat melepas kontingen Indonesia dua tahun sebelumnya.

Susilo Bambang Yudhoyono, presiden sebelum Jokowi pun kerap bersikap sama: menyinggung target saat melepas para atlet.

“Target itu harusnya dicanangkan jauh-jauh hari. Harusnya penekanannya sudah sejak dua tahun lalu, begitu SEA Games 2017 selesai. Bukan mepet-mepet,” ujar Djoko saat dikonfirmasi reporter Tirto, Kamis (28/11/2019).

Menjelang keberangkatan, “negara seharusnya lebih fokus secepat mungkin menuntaskan hambatan-hambatan teknis di lokasi [SEA Games], apalagi sekarang di Filipina sedang ribet banyak masalah yang dialami atlet,” kata dia.

Tak cuma itu, sikap pemimpin negara yang kebiasaan menekankan ulang target sebelum keberangkatan justru bisa membuat atlet merasa terbebani.

“Itu yang semua orang khawatirkan,” kata Djoko.

Tak Realistis dan Tak Sinergis

Kekhawatiran ucapan Jokowi justru membebani wajar, sebab jika dihitung secara matematis menempati peringkat dua adalah misi yang kelewat berat.

Menurut hitung-hitungan APKORI berdasarkan rekam jejak beberapa edisi terakhir, untuk masuk ke posisi dua besar rata-rata kontingen harus bisa meraih 12 persen dari medali emas yang dilombakan. Artinya, di Filipina Indonesia perlu setidak-tidaknya meraup 85 medali emas.

Sebagai catatan, di tiga edisi SEA Games sebelumnya, Indonesia masing-masing cuma meraup 64, 47, dan 38 medali emas.

“Kejutan satu dua medali emas bisa saja terjadi, namun kalau kejutan lebih dari 10 emas itu jarang sekali terjadi. Karena semua cabor itu sebenarnya bisa diukur, pelatih sudah bisa memperkirakan posisi atletnya. Makanya, kita kan tahu Kemenpora pasti juga punya target yang realistis,” ujar Djoko.

Kemenpora sendiri, sejak pertengahan November lalu telah merilis bahwa target mereka cuma 45 medali emas dan berada di peringkat empat. "Yang penting kita harus lebih baik dari sebelumnya [peringkat di SEA Games 2017]," kata Menpora Zainudin Amali.

Artinya, tuntutan Jokowi (85 medali) bertolak belakang dengan apa yang dicanangkan Menpora Zainudin Amali.

Jika patokan yang dipakai Jokowi adalah Asian Games, APKORI pun menilai target itu melenceng dari konteks. Sebab di Asian Games 2018 Indonesia berstatus tuan rumah, sehingga punya keuntungan mendapat banyak cabor lumbung emas.

Sementara di Filipina, situasinya lain. Banyak cabor yang jadi lumbung emas Indonesia di Asian Games tidak akan dilombakan. Apalagi persiapan banyak cabor di Indonesia dirasa mepet.

“PB dan Kemenpora hanya berani taret 45 emas saja, saya rasa itu pertanda bahwa mereka sendiri tahu persiapan [SEA Games] tidak maksimal,” tandas Djoko.

Baca juga artikel terkait SEA GAMES 2019 atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Olahraga
Reporter: Herdanang Ahmad Fauzan
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Abdul Aziz