Menuju konten utama

Perusahaan Sukanto Tanoto Diduga Ubah Data, Pajak Berkurang Rp838 M

Forum Pajak Berkeadilan menemukan praktik penyembunyian keuntungan APRIL Group 2016-2018.

Perusahaan Sukanto Tanoto Diduga Ubah Data, Pajak Berkurang Rp838 M
Ilustrasi pembayaran pajak. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Forum Pajak Berkeadilan menemukan adanya potensi kehilangan pajak atau penerimaan negara dari dugaan praktik penyembunyian keuntungan perusahaan pada ekspor bubur kertas (pulp) di Indonesia.

Dalam laporannya, total potensi tambahan penerimaan pajak yang seharusnya bisa diterima pemerintah mencapai Rp838 miliar atau 60 juta dolar AS dari PT Asia Pacific Asia Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL) Group.

Dalam laporan bertajuk, “Mesin Uang Makau” sejumlah lembaga menyoroti ekspor pulp larut APRIL Tiongkok. APRIL dikendalikan oleh keluarga konglomerat Sukanto Tanoto, menurut temuan forum.

Dalam temuannya, mereka mendapati adanya beda data terkait jumlah ekspor APRIL yang dilaporkan di Indonesia dan nilai impor yang dilaporkan di Tiongkok.

Sebagai perbandingan, pada 2016 hanya ada 2 ton pulp larut yang dikirim APRIL namun otoritas Cina melaporkan telah menerima 230.546 ton pulp dari Indonesia. Lalu 2017 juga sama ada perbedaan antara 120.745 ton berbanding 385.707 ton dan tahun 2018 137.926 ton berbanding 573.727 ton.

Selisih pencatatan bersumber dari adanya dugaan perubahan klasifikasi kode produksi pulp APRIL yang diekspor ke Cina. Selama 2016-2018 didapati APRIL mengirim produknya ke perusahaan terafiliasi di luar negeri di Makau, Malaysia dan Singapura. Perusahaan di luar negeri itu diduga mengubah data klasifikasi dari pulp kertas menjadi pulp larut, sehingga nilainya lebih mahal saat dijual kembali ke pihak akhir.

Perusahaan luar negeri diketahui bertugas sebagai pemasaran atau penjualan. Namun mereka ternyata memperoleh keuntungan tak wajar. Sebagai perbandingan pada 2016 harga jual pulp larut per ton perusahaan mencapai 400 USD tetapi dijual oleh perusahaan terafiliasi senilai 900 USD.

Akibatnya ada kelebihan laba dari yang seharusnya diperoleh perusahaan afiliasi. Per 2016 perusahaan afiliasi memperoleh 30 juta dolar AS hampir sama dengan perusahaan di RI. Angka itu membesar lagi sampai berkisar 150 juta dolar AS di 2018.

Peneliti The Prakarsa, Herawati Sahnan menjelaskan perbedaan ini menyebabkan lebih rendahnya pencatatan pembukuan penerimaan perusahaan di Indonesia senilai 242 juta dolar AS atau Rp3,35 triliun.

Laporan menggunakan hipotesis tingkat pajak penghasilan 25 persen, maka pendapatan perusahaan seharusnya dapat menambah penerimaan negara senilai Rp838 miliar atau 60 juta dolar AS.

“Hal ini berdampak pada hilangnya potensi penerimaan negara Rp838 miliar dari pajak penghasilan badan,” ucap Herawati dalam konferensi pers, Selasa (3/11/2020).

Reporter Tirto menghubungi Director Corporate Affairs APRIL Group, Agung Laksamana. Ia menyatakan sudah memberi tanggapan mengenai perkara ini dan merujuk kepada surat yang mereka kirimkan kepada Forum Pajak Berkeadilan, 27 Oktober 2020.

Dalam tanggapannya, PT Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP), entitas anak APRIL, telah mendapatkan izin untuk memproduksi dissolving pulp dari BKPM. RAPP telah melakukan uji coba produksi jenis pulp baru bernama Acacia Eucalyptus (AE).

Tahun 2016, RAPP melakukan kerja sama percobaan peningkatan mutu AE Pulp dengan perusahaan bernama Sateri di Tiongkok. Dalam kerja sama itu ada proses pencampuran oleh Sateri untuk memperoleh kualitas yang mereka inginkan.

APRIL berkilah, karena masih dalam uji coba, RAPP masih menggunakan HS Code Kraft atau HS Code 4703.290000 hingga spesifikasi produk AE Pulp ini memenuhi standar ekspektasi pembeli. Sebagai realisasi kerjasama, RAPP sudah mengekspor sesuai dengan kebutuhan Sateri dengan HS Code Dissolving Pulp atau HSCode 4702.000000.

Baca juga artikel terkait PAJAK atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali