tirto.id - Badan Pusat Statistik mengumumkan terjadi lonjakan pertumbuhan ekonomi tinggi selama kuartal II atau bulan April-Juni 2021. BPS menyatakan terjadi pertumbuhan ekonomi hingga 7,07 persen secara year on year (yoy).
Staf Khusus Bidang Ekonomi Presiden Jokowi Arif Budimanta mengatakan pertumbuhan ekonomi 7,07 persen itu merupakan kerja semua pihak.
Ia mengatakan, pencapaian tersebut dikontribusi program bantuan sosial dan pemulihan sosial yang menahan tekanan masyarakat. Kemudian pembentukan modal tetap bruto (PMTB) dan ekspor membawa kontribusi positif.
"Artinya jika ini terus dipertahankan akan membuat perekonomian nasional ke depan tidak hanya mengandalkan kekuatan konsumsi rumah tangga, tetapi beralih ke arah yang lebih produktif yakni investasi dan ekspor. Pemerintah terus berupaya menjaga momentum ini," kata Arif, Kamis (5/8/2021).
Arif pun membandingkan dengan pertumbuhan ekonomi di Q2-2021 di negara lain. Beberapa negara telah masuk ke fase ekspansif seperti Amerika Serikat 12,2 persen (yoy), Cina 7,9 persen (yoy), Korea Selatan sebesar 5,9 persen (yoy). Oleh karena itu, pemerintah akan mengejar momentum dari pertumbuhan ekonomi tersebut.
"Untuk itu, kegiatan perekonomian di dalam negeri terus dikonsolidasikan untuk dapat merebut peluang dari pemulihan ekonomi global tersebut," kata Arif.
Indikator lain yang mengalami penguatan adalah indeks keyakinan konsumen (IKK) meningkat 16,4 poin menjadi 104,4 dibanding posisi IKK pada QI-2021 yakni sebesar 88,0. Kemudian, Realisasi Investasi pada QII 2021 juga meningkat sebesar 16,2 persen (yoy) atau secara kumulatif Januari hingga Juni 2021 tercatat tumbuh sebesar 10,0 persen (yoy).
Di sisi pemerintah, semester I 2021 telah membelanjakan APBN sebesar Rp1.170,13 triliun atau 42,55 persen dari total belanja negara.
Ia mengatakan, realisasi anggaran naik 9,38 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2020 lalu.
Selain itu, ketahanan eksternal QII 2021 masih cukup baik. Saat ini, posisi neraca perdagangan yang secara konsisten mengalami surplus sejak April 2020 hingga Juni 2021. Surplus neraca perdagangan Januari hingga Juni 2021 tercatat sebesar US$11,86 miliar.
"Meskipun demikian, kita tetap berhati-hati karena situasi pandemi masih terjadi dengan varian baru yang sangat mungkin kembali menjangkiti berbagai negara yang saat ini telah membaik menjadi kembali memasuki situasi 'krisis' serta memaksa kita untuk kembali melakukan pembatasan sosial yang lebih ketat," kata Arif.
"Oleh karena itu, seluruh pihak tetap harus bergotong-royong menghadapi berbagai persoalan yang masih mungkin terjadi, agar ekonomi Indonesia semakin tangguh dan tetap tumbuh," imbuh Arif.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Zakki Amali