Menuju konten utama

Persatuan Gereja Tolak Sikap Trump Jadikan Yerusalem Ibukota Israel

Trump dinilai mengabaikan perjalanan panjang gereja dan masyarakat dunia dalam menyelesaikan konflik Palestina dan Israel menuju perdamaian.

Persatuan Gereja Tolak Sikap Trump Jadikan Yerusalem Ibukota Israel
Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengadakan pertemuan trilateral dengan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dan Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull disela-sela KTT ASEAN di Manila, Filipina, Senin (13/11/2017). ANTARA FOTO/REUTERS/Jonathan Ernst

tirto.id - Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) angkat bicara soal langkah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel pada Rabu (6/12/2017).

PGI menyebut pengakuan Trump itu sebagai bentuk pengabaian terhadap perjalanan panjang gereja dan masyarakat dunia dalam menyelesaikan konflik Palestina dan Israel menuju perdamaian.

“PGI memandang bahwa status Yerusalem bukanlah soal konflik agama, melainkan soal mengelola hidup bersama melalui skema jalan damai yang berkeadilan bagi semua pihak, khususnya Israel dan Palestina,” tulis PGI melalui keterangan tertulis yang ditandatangani oleh Ketua Umum Pdt. Dr. Henriete, Kamis (7/12).

Untuk itu, PGI menyatakan ketidaksetujuannya terhadap keputusan Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel karena dinilai mengabaikan jalan damai dalam penyelesaian status Yerusalem dalam skema dua negara (Israel dan Palestina) yang sejajar.

“Pengakuan ini dikhawatirkan akan memicu eskalasi konflik baik di Timur Tengah maupun di negara-negara lain, apalagi bila pengakuan ini diikuti dengan pemindahan Kantor Kedutaan Besar Amerika ke Yerusalem,” kata PGI.

Baca: Trump Nekat Mengakui Yerusalem sebagai Ibukota Israel

Selain itu, PGI juga mendorong gereja-gereja untuk terus menempatkan status Yerusalem dalam skema jalan damai dua negara demi perdamaian dan keadilan bagi Israel dan Palestina. Untuk itu, PGI berharap Yerusalem tidak diklaim sebagai ibu kota oleh negara manapun.

“PGI mengimbau masyarakat Indonesia agar status Yerusalem tidak diletakkan dalam sentimen agama, apalagi dikapitalisasi untuk kontestasi politik yang akan bergulir tahun depan,” tulis PGI.

Selain PGI, Pemimpin tertinggi Gereja Katolik Paus Fransiskus juga mengungkapkan kekhawatirannya terkait keputusan Trump atas Yerusalem. Pengumuman tersebut dinilai akan memancing ketegangan baru di kota suci bersejarah yang dipuja oleh orang-orang Yahudi, Kristen, dan Muslim itu.

"Saya tidak dapat tetap diam," ucap Paus Fransiskus seperti dilansir New York Times.

Paus Fransiskus berdoa agar status netral Yerusalem dipertahankan sehingga konflik yang tidak perlu bisa dihindari.

"Saya tidak dapat tetap diam dengan keprihatinan mendalam saya terhadap situasi yang telah berkembang dalam beberapa hari ini," kata Francis pada audiensi umum mingguannya di Vatikan.

Baca: Keputusan Trump dalam Bingkai Sejarah Konflik Yerusalem

"Dan pada saat yang sama, saya ingin melakukan seruan yang tulus untuk memastikan bahwa setiap orang berkomitmen menghormati status quo kota [Yerusalem], sesuai dengan resolusi yang relevan dari PBB," ungkapnya.

"Yerusalem adalah kota yang unik," kata Paus, "sakral bagi orang Yahudi, Kristen dan Muslim, di mana Tempat Suci untuk agama masing-masing dihormati, dan [Yerusalem] memiliki panggilan khusus untuk perdamaian."

Dalam bahasa yang sangat kuat, Paus menambahkan, "Saya berdoa kepada Tuhan agar identitas semacam itu dipertahankan dan diperkuat untuk kepentingan Tanah Suci, Timur Tengah dan seluruh dunia. Kebijaksanaan dan kehati-hatian berlaku, untuk menghindari penambahan elemen baru. Ketegangan di dunia sudah terguncang dan diliputi oleh banyak konflik yang kejam."

Baca juga artikel terkait YERUSALEM atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Politik
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto