Menuju konten utama

Pernyataan Fahri Soal Cawapres Embel-Embel Dinilai Kurang Relevan

Wakil Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP UI, Hurriyah menilai pernyataan Fahri Hamzah soal Cawapres ‘Embel-Embel’ kurang relevan.

Pernyataan Fahri Soal Cawapres Embel-Embel Dinilai Kurang Relevan
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

tirto.id - Pernyataan Fahri Hamzah tempo hari (7/8/2018) tentang Cawapres ‘Embel-Embel’ dinilai kurang relevan. Hal ini disebabkan oleh fungsi cawapres menjadi penting tergantung dengan pembagian prioritas pekerjaan antara capres dan cawapres serta figur cawapres itu sendiri.

“Berdasarkan realitas politik, pernyataan ini [Fahri Hamzah] kurang relevan”, kata Hurriyah, Wakil Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP UI kepada Tirto, Rabu (8/8/2018).

Hurriyah menilai, pernyataan Fahri bisa dikaji lebih lanjut melalui dua perspektif, yakni politik dan konstitusi.

Dalam perspektif politik, posisi cawapres menjadi tidak terlalu penting ketika memang tugas cawapres sebagai pembantu presiden. Tetapi jika dilihat dari sisi figur, bisa saja cawapres memainkan peran yang cukup signifikan dalam pemerintahan.

“Contohnya periode SBY yang pertama, Wapres Jusuf Kalla berkontribusi dalam Perdamaian Aceh atau berakhirnya konflik bersenjata antara Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah Indonesia tahun 2005. Tentu disini JK memainkan peran wapres yang cukup signifikan. Jadi tergantung figurnya juga”, ujar Hurriyah.

Posisi cawapres menjadi cukup penting jika cawapres tersebut diproyeksikan untuk meneruskan tongkat kepemimpinan, juga seberapa penting masyarakat memilih cawapres dalam konteks pemilu.

“Jika posisi si capres elektabilitasnya tinggi, approval terhadap pekerjaannya tinggi maka cawapres tidak terlalu menjadi penting. Contohnya SBY-Budiono. Tapi jika elektabilitas masih menjadi tantangan untuk capres, pertimbangan untuk memilih siapa cawapresnya itu menjadi sangat penting”, jelas Hurriyah.

Berdasarkan Konstitusi, pemposisian wapres ialah sebagai pembantu dan pengganti Presiden. Hal ini tercantum di Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 8 ayat (1) UUD 1945. Artinya, kekuasaan tertinggi di pemerintahan ada di tangan presiden. Sementara posisi wapres ada di bawah presiden.

“Memang dalam sistem Presidensial, presiden itu sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di pemerintahan. Sehingga dalam hal itu, pernyataan Fahri Hamzah menjadi agak relevan”, jelas Hurriyah.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah mengatakan bahwa jabatan cawapres tak punya fungsi signifikan dalam roda pemerintahan, di Kompleks DPR RI, tempo hari lalu (7/8/2018).

“Perlu orang tahu, cawapres itu embel-embel. Cawapres itu adalah ban serep. Cawapres itu pembantu presiden, kalau tidak dikasih kewenangan sama presiden, dia tidak ada apa-apanya," kata Fahri.

Fahri mengatakan cawapres tak memiliki kewenangan apa pun di pemerintahan jika tak diberi tugas oleh presiden. Menurutnya posisi menteri lebih berharga daripada wapres, karena menteri memegang portofolio dan memiliki anggaran yang besar dibandingkan dengan sekretariat wakil presiden.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Larasati Ayuningrum

tirto.id - Politik
Reporter: Larasati Ayuningrum
Penulis: Larasati Ayuningrum
Editor: Yandri Daniel Damaledo