Menuju konten utama

Pernikahan di Bawah Umur di Bantaeng Dinilai Langgar Hak Anak

KPAI menilai pernikahan di bawah umur seperti terjadi di Bantaeng melanggar hak-hak anak dalam bidang pendidikan dan kesehatan. 

Pernikahan di Bawah Umur di Bantaeng Dinilai Langgar Hak Anak
Duta Besar Australia untuk Perempuan dan Anak, Sharman Stone (kanan) didampingi Ketua Bidang Pemberdayaan Pemuda dan Perempuan FKPT Sulsel Andi Majdah M Zain dan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Makassar, Tenri A Palallo, saat dialog dengan warga di kantor Kecamatan Panakukang, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (1/11/2017). ANTARA FOTO/Darwin Fatir

tirto.id - Pernikahan di bawah umur seperti terjadi di Bantaeng Sulawesi Barat dinilai oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melanggar hak-hak anak.

"KPAI menilai perkawinan anak ini satu melanggar hak anak, paling tidak hak itu meliputi hak pendidikan, hak kesehatan, kualitas kesehatan tertinggi itu pasti akan tidak didapat, yang ketiga adalah hak anak untuk tidak memiliki potensi ke depan pengembangan diri nah ini kan sudah sibuk ngurus anak," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti di Menteng Jakarta Pusat, Selasa (17/4/2018).

Selain itu Retno pun menyayangkan Pengadilan Agama Bantaeng, Sulawesi Barat yang memberikan dispensasi kepada anak laki-laki berusia 15 tahun dan anak perempuan berusia 14 tahun tersebut untuk menikah.

"Benteng terakhir pernikahan anak ini di Kementerian Agama padahal KUA ini sempat menolak menurut mereka. Menolak karena usianya belum sesuai dengan Undang-Undang perkawinan tahun 74," kata Retno.

Retno menjelaskan, masih banyak jalan lain yang bisa ditempuh selain menikah jika memang sang anak takut tidur sendirian. Misalnya, sang anak bisa dititipkan ke sanak saudara, atau bisa juga merekrut seorang asisten rumah tangga untuk menemani sang anak.

Selain itu Retno memaparkan, anak-anak secara psikis dan fisik belum siap menjalani mahligai rumah tangga sehingga banyak risiko yang mungkin terjadi dalam pernikahan mereka. Misalnya saja kematian ibu dan anak saat melahirkan, lalu kekerasan dalam rumah tangga, dan faktor ekonomi.

"Nah ini kan kita berharap ke depan sebenarnya demi meningkatkan kualitas hidup dan kualitas SDM harusnya tidak seperti ini," kata Retno.

Untuk itu KPAI mendesak agar DPR segera merevisi UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Pernikahan dengan menaikkan batas umur untuk nikah menjadi 18 tahun untuk perempuan dan 22 tahun untuk laki-laki. Retno juga menyatakan setuju dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang menuntut agar usia batas nikah ditingkatkan jadi 20 tahun untuk perempuan dan 22 tahun untuk laki-laki.

"Idealnya kepala dua lah orang baru siap berumah tangga," kata Retno.

Baca juga artikel terkait PERNIKAHAN DINI atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Agung DH