tirto.id - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mengeluarkan peringatan tsunami menyusul erupsi Gunung Ruang di Kabupaten Sitaro, Sulawesi Tenggara. Apakah erupsi Gunung Ruang selama ini pernah memicu sebuah tsunami?
Status Gunung Ruang dinaikkan menjadi Level IV (AWAS) dari sebelumnya Level III (Siaga). Berdasarkan catatan PVMBG hingga Kamis, 18 April 2024, erupsi paling aktual terjadi pada tanggal 17 April 2024 pukul 20.15 WITA.
Erupsi eksplosif itu teramati berwarna kelabu hingga hitam dengan tinggi sekitar 3.000 m di atas puncak. Selain itu, terdengar suara gemuruh dan gempa dirasakan di Pos Pengamatan Gunungapi (PGA) Ruang.
Hendra Gunawan, Kepala PVMBG menghimbau kepada warga yang tinggal di Pulau Tagulandang agar mewaspadai potensi tsunami akibat runtuhan gunung api ke dalam laut.
"Masyarakat di Pulau Tagulandang khususnya yang bermukim di dekat pantai agar mewaspadai potensi lontaran batuan pijar, luruhan awan panas, dan tsunami yang disebabkan oleh runtuhan tubuh gunung api ke dalam laut," ucap Hendra, via Antaranews, Rabu, 17 April 2024.
Selama tanggal 1-17 April 2024, Gunung Ruang mengalami kegempaan yang terdiri dari 1.439 kali gempa vulkanik dalam, 569 kali gempa vulkanik dangkal, 6 kali gempa tektonik lokal, dan 167 kali gempa tektonik jauh.
Sejak Selasa-Rabu, 16-17 April 2024, erupsi Gunung Ruang terjadi sebanyak 6 kali. Rinciannya 2 kali pada Selasa, 16 April 2024, pukul 13.37 WITA (erupsi intensitas lemah) dan pukul 21.45 WITA (erupsi eksplosif).
Kemudian Rabu, 17 April 2024, sebanyak 4 kali. Di antaranya pukul 01.08 WITA, pukul 05.05 WITA, pukul 18.00 WITA, dan pukul 20.15 WITA.
Erupsi Gunung Ruang Tahun 1871 Picu Tsunami
Berdasarkan catatan volcano.si.edu, Gunung Ruang pernah mengalami letusan eksplosif pada tahun 1808. Hal ini memicu terbentuknya kubah lava disertai aliran piroklastik yang merusak wilayah sekitar.
Data National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) menyebutkan erupsi Gunung Ruang pernah memicu tsunami pada tahun 1871 hingga menyebabkan jumlah korban meninggal mencapai 400 orang.
Kejadian ini diawali pada pertengahan Februari 1871. Warga yang tinggal di Pulau Tagulandang dengan jarak 300 meter dan terpisah oleh laut, sempat merasakan guncangan yang berasal dari bawah laut.
Selanjutnya, tanggal 3 Maret 1871 pukul 20.00 waktu setempat, terjadi gempa bumi. Rentetan peristiwa alam berikutnya adalah suara gemuruh yang sangat menggelegar.
Tak lama kemudian, gelombang besar menyapu pesisir Pulau Tagulandang dan menembus hingga jarak 180 meter ke arah daratan.
Seluruh rumah dan kawasan perkebunan hancur setelah dihajar gelombang air laut. Tidak berhenti disini, dua gelombang berikutnya menyusul hingga setinggi 25 meter (82,0 kaki).
Dari total 75 gubuk yang ada di tepi utara pantai, hanya 3 buah yang masih berdiri. Sedangkan lainnya sudah rata dengan tanah. Seluruh rumah penduduk dilaporkan terbalik, hancur, hingga hanyut. Secara keseluruhan, gelombang tsunami itu menelan korban tewas berjumlah sekitar 400 orang di Pulau Tagulandang.