tirto.id - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini ikut bersuara terkait perusakan kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang dilakukan pendukung salah satu calon kepala daerah Pilkada Tolikara, Papua, pada Rabu (11/10/2017).
Titi menuturkan, konflik pilkada terkait perolehan suara selama ini terjadi karena beberapa faktor, antara lain: ketidakpuasan peserta pesta demokrasi di daerah terhadap lembaga penyelenggara pemilu, serta ketidaksiapan pasangan calon menerima kekalahan pilkada.
Selain itu, kata Titi, para elite yang memiliki kepentingan dalam pelaksanaan pilkada tidak dapat dipungkiri turut terlibat dalam aksi protes hasil pilkada. Oleh karena itu, partai politik yang mengusung para kandidat kepala daerah didesak mempersiapkan kader mereka dengan baik, salah satunya bersikap legowo jika kalah dalam pilkada.
“Saya yakin para elite itu juga turut berkontribusi dalam aksi itu, dengan memanas-manasi suasana. Ini tidak bisa lepas dari tanggung jawab dan peran partai politik untuk mendewasakan kader mereka,” kata Titi, seperti dikutip Antara, Kamis (12/10/2017).
Baca juga: Penyerangan Kantor Kemendagri Imbas Konflik Hasil Pilkada
Sementara Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari mengingatkan agar pihak-pihak terlibat dalam pilkada mengikuti prosedur yang diatur dalam perundang-undangan, termasuk menerima keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menyelesaikan sengketa Pilkada.
“Mestinya semua pihak menyepakati itu (putusan MK) di awal. Gugatan dikabulkan atau tidak, ya harus diterima karena sudah bersepakat menyelesaikan di sana,” kata Hasyim, di Jakarta, Kamis (12/10/2017).
Pernyataan tersebut diungkapkan Hasyim pasca insiden perusakan kantor Kemendagri yang diduga melibatkan salah satu kelompok pendukung peserta Pilkada Tolikara 2017. Saat itu, massa pendemo melampiaskan ketidakpuasannya terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memenangkan pasangan Usman G. Wanimbo-Dinus Wanimbo.
Dalam kasus ini, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyesalkan sikap calon yang tidak terima terhadap putusan hasil pemilihan kepala daerah hingga merusak aset negara, seperti Gedung Kemendagri.
Baca juga: KPU Siapkan Cara Tekan Risiko Sengketa Pilkada 2018
Tjahjo mengatakan, pihaknya tercoreng dengan peristiwa kerusuhan pada Rabu sore tersebut. Mendagri mengaku kecewa karena pihaknya telah dua kali menerima aspirasi mereka, namun massa tetap nekat melakukan tindakan kekerasan.
“Kami, Kemendagri, selama ini sudah berbaik diri dengan menerima mereka, memfasilitasi mereka dan mendengarkan aspirasi mereka. Namun, balasannya, mereka melukai saudara-saudara kami [staf Kemendagri]” kata Tjahjo seperti dikutip Antara, Kamis (12/10/2017).
Baca juga:Penyerangan Kantor Kemendagri: Serangan Terhadap Demokrasi
Pada Rabu sore (11/10/2017), kantor Kemendagri diserang sekelompok massa yang mengatasnamakan pendukung calon Bupati Tolikara, Papua John Tabo dan Barnabas Weya.
Awalnya, massa yang berjumlah puluhan orang itu menggelar aksi unjuk rasa di kantor Kemendagri sejak Rabu pagi. Massa pendemo menuntut Mendagri Tjahjo Kumolo mengesahkan pasangan John Tabo-Barnabas Weya.
John Tabo dan Barnabas kalah suara dalam Pilkada Tolikara 2017. Keduanya lantas mengajukan gugatan ke MK atas sengketa hasil pilkada tersebut. Namun pasangan John-Barnabas tetap kalah dalam sengketa di MK. Meski demikian, para pendukung John Tabo-Narnabas tetap mendesak Mendagri mengesahkan keduanya, dengan melakukan aksi unjuk rasa yang berakhir pada peristiwa pengusakan kantor Kemendagri.
Sebelum perusakan terjadi, sejatinya Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri serta Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri bersedia menerima perwakilan massa pada Rabu siang, untuk berdialog. Sayangnya, massa pendukung pasangan John Tabo-Narnabas menolak.
Massa beralasan ingin bertemu langsung dengan Mendagri Tjahjo Kumolo yang saat itu sedang bertugas di luar kantor. Akhirnya perwakilan massa kembali ke kelompoknya dan berteriak memprovokasi hingga terjadi tindakan perusakan.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz