tirto.id - Abdul Halim Perdanakusuma, lahir di Sampang, Madura, pada 18 November 1922. Ia merupakan salah satu pelopor Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) yang ikut berjuang dalam revolusi kemerdekaan Indonesia.
Sayangnya karier militer Abdul Halim Perdanakusuma, berlangsung singkat. Pangkat terakhirnya sebelum meninggal pada 14 Desember 1947 adalah Laksamana Muda TNI AU.
Dia meninggal saat menerbangkan pesawat AVRO Anson dari Songkla, Thailand, melewati Singapura, dan menuju Bukittinggi.
Meskipun terbilang singkat, tetapi jasa-jasa Halim Perdanakusuma, dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia cukup besar.
Saat agresi militer Belanda II berlangsung, Halim, ikut dalam operasi balasan serangan udara ke Semarang dan Salatiga.
Operasi yang disusun oleh Halim Perdanakusuma, terlaksana pada 29 Juli 1947 dan terhitung sukses.
Awal Karier Militer Halim Perdanakusuma
Halim Perdanakusuma merupakan putera keempat dari Patih Sampang, Raden Haji Mohammad Baharuddin Wongsotaruno.
Seperti anak pembesar Hindia Belanda pada saat itu, dia mendapat kesempatan untuk mengenyam pendidikan di sekolah orang Eropa.
Halim Perdanakusuma masuk Hollandsc Inlandsche School (HIS) yang setara dengan sekolah dasar pada tahun 1928 di Madura.
Dia kemudian melanjutkan sekolah menengah pertama di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), dan kemudian Opleiding School Voor Inlandsche Amtenaren (OSVIA) Magelang.
Setelah lulus OSVIA, Halim sempat bekerja di departemen dalam negeri kolonial. Akan tetapi, situasi di tahun 1940an yang sedang bergejolak dengan terjadinya Perang Dunia II, membuat pemerintah Hindia Belanda memberi kesempatan kepada pemuda Indonesia untuk masuk pendidikan perwira angkatan darat, laut, dan udara.
Abdul Halim ikut dalam pendidikan tersebut dan masuk ke dalam pendidikan perwira angkatan laut. Dia ditempatkan ke dalam calon perwira kapal torpedo dan menjadi bagian dari Angkatan Laut Hindia Belanda.
Dikutip dari laman Pusat Sejarah TNI, Jepang mulai masuk ke Hindia Belanda pada tahun 1942 dan berhasil merebut Pulau Jawa.
Sementara pasukan Hindia Belanda berusaha menyelamatkan diri ke Australia, termasuk Halim Perdanakusuma.
Setelah menyelamatkan diri ke Australia, dia kemudian ikut bersama tentara Inggris ke India. Dia kemudian ditawari untuk melanjutkan pendidikan militer ke Inggris, dan menerimanya tetapi ingin pindah ke Angkatan Udara.
Dia kemudian mengikuti pendidikan juru terbang di Kanada, bersama dengan Royal Canadian Air Force, dan mengabdikan diri kepada sekutu. Abdul Halim, terlibat dalam Perang Dunia II bersama blok sekutu melawan Nazi Jerman.
Kembali ke Indonesia dan Berjuang dalam Revolusi Kemerdekaan
Setelah Perang Dunia II berakhir dan Jepang menyerah tanpa syarat Halim Perdanakusuma, memutuskan pulang ke Indonesia. Dia ikut rombongan pasukan Inggris yang mendarat di Jakarta pada September-Oktober 1945.
Akan tetapi, karena statusnya pernah bergabung dengan tentara Inggris, dia dianggap sebagai tentara NICA, dan ditangkap saat ingin menemui keluarganya. Setelah ditahan beberapa bulan dia akhirnya dibebaskan dan diizinkan pulang ke Madura.
Tidak lama setelah itu, Abdul Halim Perdanakusuma, dipanggil oleh Kepala Staf ANgkatan Udara Republik Indonesia Suryadi Suryadarma ke Yogyakarta. Dia diminta untuk memperkuat Angkatan Udara Indonesia yang baru didirikan.
Halim Perdanakusuma yang saat itu berpangkat Komodor Angkatan Udara, melatih prajurit TNI AU untuk melakukan terjun payung, dan mengendarai pesawat tempur peninggalan Jepang. Dia pun terlibat dalam banyak operasi militer balasan kepada tentara NICA.
Selain itu, dia juga bertugas untuk membangun Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) dengan membeli pesawat ke luar negeri. Dalam upaya membeli pesawat Auro Anson RI 003, Halim Perdanakusuma, menerbangkat pesawat tersebut secara langsung dari Thailand ke Indonesia bersama Iswahyudi.
Sayangnya, dalam penerbangan tersebut pesawat Auro Anson RI 003 mengalami kecelakaan akibat cuaca buruk di Tanjung Hantu, Malaysia.
Laksamana Muda TNI AU Abdul Halim Perdana Kusuma dan Iswahyudi, meninggal dunia dalam insiden tersebut.
Penulis: Permadi Suntama
Editor: Yandri Daniel Damaledo