Menuju konten utama

Perempuan Jadi Korban Berlapis dalam Kekerasan Berbasis Agama

Komisioner Komnas Perempuan Riri Khariroh mengatakan, perempuan rentan menjadi korban berlapis karena memiliki beban gender yang lebih berat.

Perempuan Jadi Korban Berlapis dalam Kekerasan Berbasis Agama
Ilustrasi. Ketua Komnas Perempuan Azriana (tengah) bersama Komisioner Sri Nurherwati (kiri) dan Mariana Amiruddin (kanan) memberikan paparan tentang catatan tahunan Komnas Perempuan 2018 di Jakarta, Rabu (7/3/18). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/aww/18.

tirto.id - Komisioner Komnas Perempuan Riri Khariroh mengatakan bahwa, perempuan rentan menjadi korban berlapis dalam kekerasan berbasis agama. Itu dikarenakan perempuan memiliki beban gender yang lebih berat.

"Kekerasan terhadap perempuan dalam kelompok agama minoritas itu meningkat, dan rentan menjadi korban berlapis. Sebagai perempuan dan sebagai anggota masyarakat, sehingga menjadi berlapis. Meski sama-sama korbannya, namun perempuan memiliki beban gender yang lebih berat," katanya pada Senin (3/9/18) siang.

Riri memberikan komentar tersebut terkait kasus perempuan yang menjadi korban tindakan kekerasan dan persekusi berbasis agama yang terjadi beberapa tahun terakhir.

Sebelumnya, Komnas HAM dan Human Rights Working Group (HRWG) juga telah menerbitkan laporan penelitian berjudul Pemulihan Hak Korban Pelanggaran Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan: Studi Penanganan Pengungsi JAI NTB, Syiah Sampang, dan Eks-Gafatar (2018).

Laporan tersebut melampirkan beberapa kasus tindak kekerasan berbasis agama di Indonesia, yang belum juga terpenuhi hak korban dan proses pemulihannya.

Penelitian tersebut berfokus pada kasus kekerasan terhadap jemaah Ahamdiyah di NTB sejak 2005, kekerasan terhadap kaum Syiah di Sampang, Madura pada 2011, dan dan persekusi kelompok Eks-Gafatar di Kalimantan Barat beberapa tahun silam.

Tak hanya itu, Riri juga mengatakan, perempuan rentan menerima kekerasan berbasis gender yang berbeda laki-laki saat berada di dalam kelompok agama minoritas.

Beberapa contohnya seperti menerima ujaran kebencian, pelabelan, intimidasi, hingga pemaksaan perceraian yang berbeda kekeyakinan.

"Perempuan juga rentan menerima kekerasan seksual dalam kelompok minoritas, karena ada anggapan perempuan tersebut tidak baik, jadi seolah ada hak untuk diperkosa," katanya.

Riri menilai, kekerasan berbasis agama yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia dikarenakan salah satu aktor pelakunya adalah negara itu sendiri. Ia menilai negara menjadi pelaku pelembagaan diskriminasi lewat kebijakan yang disusun dan diterapkan.

Negara, menurut Riri, juga menjadi pelaku kekerasan secara langsung lewat tangan aparat. Dengan tidak ditindaknya pelaku yang melanggar hukum tersebut justru menjadi ajang impunitas.

Riri mengatakan bahwa, para perempuan korban kekerasan berbasis agama harus mendapat pemulihan sesegera mungkin.

"Pemulihan dalam makna luas, yaitu proses mendukung korban kekerasan terhadap perempuan untuk menjadi kuat, mampu, dan berdaya dalam mengambil keputusan, mengupayakan kehidupan yang adil, bermartabak, dan sejahtera," katanya.

Baca juga artikel terkait KEKERASAN PEREMPUAN atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Yandri Daniel Damaledo