Menuju konten utama

Komnas Perempuan: Sebaiknya Anindya Dilindungi, Bukan Dihakimi

Komnas Perempuan meminta Anindya dilindungi secara hukum.

Komnas Perempuan: Sebaiknya Anindya Dilindungi, Bukan Dihakimi
Sejumlah mahasiswi menunjukkan poster pernyataan sikap saat acara Temu Perempuan Muda Bandung di Universitas Pasundan, Bandung, Jawa Barat, Jumat (27/4/2018). ANTARA FOTO/Novrian Arbi

tirto.id - Komnas Perempuan masih terus mempelajari dugaan pelecehan seksual yang menimpa aktivis perempuan, Anindya Shabrina (23) di Surabaya. Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin menduga Anindya tak hanya menjadi korban pelecehan seksual.

"Anindya mengalami kekerasan sekaligus pelecehan seksual," ungkap Mariana kepada reporter Tirto, Kamis (24/8/2018).

Anindya adalah salah satu aktivis mahasiswa yang berdialog dengan aparat gabungan di Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan No. 10, Surabaya, Jawa Timur, pada 6 Juli 2018. Dia menghadang dan meminta dokumen perizinan aparat gabungan yang menggelar operasi yustisi. Belakangan aksi aparat ini dikecam Komnas HAM.

Saat dialog suasana berangsur makin tak kondusif. Sebab orang-orang yang tak terlibat dialog meneriakkan berbagai macam hujatan ke tiga perwakilan mahasiswa yang bernegosiasi dengan aparat. Hingga seorang mahasiswa dan seorang pengacara publik LBH Surabaya diseret paksa menjauh dari pintu Gerbang Asrama. Setelah itu Anindya ikut diseret paksa. Saat itulah bagian dadanya diraba salah satu orang yang menyeretnya.

Beberapa jam setelahnya Anindya mengunggah kronologi intimidasi, tindak kekerasan, dan pelecehan seksual yang menimpa dirinya ke akun Facebook. Hari-hari setelahnya dia mengunggah beberapa status Facebook yang tujuannya untuk mencari keadilan atas perlakuan buruk yang menimpa dirinya.

"Yang bersangkutan mengekspresikan ketidakadilan yang dialaminya bukan untuk tujuan menjatuhkan atau kebencian," lanjut Mariana. "Sebaiknya Anindya dilindungi bukan diadili."

Tapi Anindya justru dilaporkan Ketua Ikatan Keluarga Besar Papua Surabaya (IKBPS), Pieter Frans Rumaseb ke Polrestabes Surabaya, pada 25 Juli 2018. Pieter menganggap Anindya melakukan pencemaran nama baik dengan jeratan Pasal 45 ayat (3) juncto 27 ayat (3) UU ITE.

Pieter ialah PNS yang pernah menjadi pegawai Seksi Ketentraman dan Ketertiban Umum di beberapa kantor pemerintahan. Dia bekerja sebagai petugas bekerja sebagai Satpol PP.

Mariana menyayangkan pelaporan UU ITE yang dibuat Pieter. Menurutnya Pieter tak ada sangkut pautnya dengan pernyataan Anindya di sosial media.

Baca juga artikel terkait PELECEHAN SEKSUAL atau tulisan lainnya dari Dieqy Hasbi Widhana

tirto.id - Hukum
Reporter: Dieqy Hasbi Widhana
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Agung DH