tirto.id - Maryam Mirzakhani, perempuan pertama peraih penghargaan prestisius setara nobel, yakni Fields Medal di bidang matematika, meninggal dunia pada usia 40 tahun di rumah sakit Amerika Serikat pada akhir pekan ini.
Matematikawan jenius kelahiran Teheran, Iran, yang juga profesor di Universitas Stanford, tersebut meninggal dunia setelah berjuang melawan kanker payudara yang sudah menyebar ke bagian tulang belakangnya, sebagaimana dilansir dari laman BBC.
Maryam Mirzakhani wafat meninggalkan seorang anak perempuan, hasil pernikahannya dengan Ilmuan asal Cheko, Jan Vondrak.
Dia meninggal hanya tiga tahun setelah menerima penghargaan Fields Medal di bidang matematika pada 2014, di Seoul, Korea Selatan.
Penghargaan bagi Maryam, yang biasa disebut “Nobel Matematika” itu, diberikan setiap 4 tahun sekali bagi para matematikawan berusia di bawah 40 tahun yang menyumbangkan kontribusi besar terhadap dunia sains. Penghargaan ini pertama kali diberikan pada 1936. Dia menerima penghargaan ini atas hasil kajiannya terhadap geometri kompleks dan sistem dinamis.
Presiden Iran, Hassan Rouhani menyatakan berduka atas kematian Maryam Mirzakhani. Rouhani menyebut kematian Matematikawan itu memunculkan, “Rasa duka yang mendalam.” Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif juga menyatakan meninggalnya Maryam Mirzakhani membawa duka bagi publik Iran.
Sementara Ilmuan Amerika Serikat kelahiran Iran, Firouz Naderi mengungkapkan perasaan dukanya di akun instagram miliknya dengan menulis, “Sebuah cahaya telah padam pada hari ini. Hati saya terluka...dia (Maryam Mirzakhani) pergi terlalu cepat.”
Rektor Universitas Stanford, Marc Tessier-Lavigne menggambarkan Maryam Mirzakhani sebagai teoritikus matematika yang brilian dan rendah hati. “Maryam meninggal terlalu cepat. Tapi pengaruhnya akan terus menginspirasi ribuan perempuan untuk terus menekuni matematika dan sains,” ujar Marc.
Marc melanjutkan, “Ia memiliki kontribusi besar, baik sebagai ilmuan maupun contoh panutan.”
Maryam lahir pada 1977 dan tumbuh dewasa di masa Iran memasuki era pasca-revolusi. Saat masih remaja, dia sudah memenangi dua medali emas di ajang olimpiade matematika internasional. Dia meraih gelar doktor di Universitas Harvard pada 2004, dan kemudian bekerja di Universitas Princeton, hingga meraih gelar profesor di Universitas Stanford pada 2008.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom