tirto.id - Penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar memiliki pedoman tersendiri. Untuk saat ini, kita menggunakan acuan berupa Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) yang menjadi penyempurna dari Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan (PUEYD).
PUEBI diterbitkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Menurut laman Badan Bahasa Kemdikbud, PUEBI disusun untuk mengakomodasi perkembangan bahasa Indonesia yang kian pesat.
PUEBI versi digital dapat diunduh dengan klik tautan ini. Sementara PUEBI untuk versi daring dapat diakses melalui laman puebi.readthedocs.io.
Dari berbagai ketentuan berbahasa di PUEBI, salah satunya membahas persoalan terkait penulisan tanda hubung dan tanda pisah. Kedua terlihat sama, tapi sebenarnya memiliki perbedaan.
Tanda hubung (-)
Ketentuan tentang penggunaan tanda hubung menurut PUEBI dijelaskan seperti berikut:
1. Tanda hubung dipakai untuk menandai bagian kata yang terpenggal oleh pergantian baris. Misalnya:
- Di samping cara lama, diterapkan juga ca-
- Nelayan pesisir itu berhasil mem-
- Kini ada cara yang baru untuk meng-
2. Tanda hubung dipakai untuk menyambung unsur kata ulang. Misalnya: anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan, mengorek-ngorek.
3. Tanda hubung dipakai untuk menyambung tanggal, bulan, dan tahun yang dinyatakan dengan angka atau menyambung huruf dalam kata yang dieja satu-satu. Misalnya: 11-11-2013; p-a-n-i-t-i-a.
4. Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas hubungan bagian kata atau ungkapan. Misalnya: ber-evolusi; meng-ukur; dua-puluh-lima ribuan (25 x 1.000); ²³∕₂₅ (dua-puluh-tiga perdua-puluh-lima); mesin hitung-tangan.
5. Tanda hubung dipakai untuk merangkai:
- se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital (se-Indonesia, se-Jawa Barat);
- ke- dengan angka (peringkat ke-2);
- angka dengan –an (tahun 1950-an);
- kata atau imbuhan dengan singkatan yang berupa huruf kapital (hari-H, sinar-X, ber-KTP, di-SK-kan);
- kata dengan kata ganti Tuhan (ciptaan-Nya, atas rahmat-Mu);
- huruf dan angka (D-3, S-1, S-2); dan
- kata ganti -ku, -mu, dan -nya dengan singkatan yang berupa huruf kapital (KTP-mu, SIM-nya, STNK-ku).
Catatan:
Tanda hubung tidak dipakai di antara huruf dan angka jika angka tersebut melambangkan jumlah huruf. Misalnya BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia); LP3I (Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Profesi Indonesia); P3K (pertolongan pertama pada kecelakaan)
6. Tanda hubung dipakai untuk merangkai unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa daerah atau bahasa asing. Misalnya: di-sowan-i (bahasa Jawa, ‘didatangi’); ber-pariban (bahasa Batak, ‘bersaudara sepupu’); di-back up; me-recall; pen-tackle-an.
7. Tanda hubung digunakan untuk menandai bentuk terikat yang menjadi objek bahasan. Misalnya kata 'pasca-' berasal dari bahasa Sanskerta.
Tanda pisah (—)
Penggunaan tanda pisah pada penulisan, menggunakan ketentuan PUEBI sebagai berikut:
1. Tanda pisah dapat dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat. Misalnya:
- Kemerdekaan bangsa itu—saya yakin akan tercapai— diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
- Keberhasilan itu—kita sependapat—dapat dicapai jika kita mau berusaha keras.
2. Tanda pisah dapat dipakai juga untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain. Misalnya:
- Soekarno-Hatta—Proklamator Kemerdekaan RI—diabadikan menjadi nama bandar udara internasional.
- Rangkaian temuan ini—evolusi, teori kenisbian, dan pembelahan atom—telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
- Gerakan Pengutamaan Bahasa Indonesia—amanat Sumpah Pemuda—harus terus digelorakan.
3. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat yang berarti ‘sampai dengan’ atau ‘sampai ke’. Misalnya:
- Tahun 2010—2013
- Tanggal 5—10 April 2013
- Jakarta—Bandung
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Alexander Haryanto