tirto.id - Artikel sebelumnya sudah menjelaskan bahwa perbedaan pendapat di kalangan ulama dan sahabat nabi adalah hal wajar dan sudah terjadi sejak zaman Rasulullah.
Salah satu yang menyebabkannya adalah perbedaan dalam memahami dan menafsirkan teks. Teks Alquran dan hadis tidak disajikan dalam bentuk satu tipe, tapi banyak tipe. Ada teks yang qat’iyyud dalâlah dan ada teks yang dzanniyyud dalâlah.
Teks qat’iyyud dalâlahmerupakan teks yang ungkapan kata-katanya menunjukkan makna dan maksud tertentu dengan tegas dan jelas sehingga tidak mungkin dipahami dengan pengertian berbeda.
Sedangkan teks dzanniyyud dalâlahadalah teks yang ungkapan kata-katanya memiliki banyak makna dan mengandung multi-penafsiran. Akibatnya, ulama berbeda dalam menentukan makna yang paling tepat menurut keyakinan masing-masing.
Menurut Hamad bin Hamdi Al-Sha’idi dalam kitab Asbâbu Ikhtilafil Fuqahâ fil Furu’il Fiqhiyyah, perbedaan dalam menentukan makna yang tepat mengakibatkan perbedaan dalam hukum fikih.
Penyebab berikutnya adalah pertentangan antardalil. Dalam sebuah permasalahan, tidak jarang terdapat banyak dalil yang kadang terlihat saling bertentangan. Misalnya dalam masalah batalnya wudu sebab menyentuh kemaluan (zakar), di mana ada dua hadis yang saling bertentangan.
Ulama mazhab Syafi’i, Hambali, dan Maliki memilih hadis yang menyatakan bahwa menyentuh kemaluan dapat membatalkan wudu. Sedangkan Abu Hanifah dan murid-muridnya berpegangan pada hadis yang menegaskan ketidakbatalan wudu karena menyentuh kemaluan.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang sebab-sebab perbedaan pendapat ulama, bisa disimak di artikel berikut ini.
Editor: Zen RS