Menuju konten utama

Penyebab Virus Corona Berlipat Ganda: Hoaks & Lelucon Tak Manusiawi

Informasi yang menyesatkan justru melipatgandakan ketakutan dan menjauhkan empati terhadap korban.

Penyebab Virus Corona Berlipat Ganda: Hoaks & Lelucon Tak Manusiawi
Petugas kebersihan kota saat musim semi di jalanan Luoyu Road, Wuhan, Hubei, Minggu (26/1/2020). FOTO/Yuliannova Lestari Chaniago (diaspora Indonesia di Wuhan)

tirto.id - Sudah ada 132 orang meninggal dunia karena virus yang dinamai Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), coronavirus novel 2019 (2019-nCoV). Virus Corona tak pandang umur: menyerang bayi hingga lansia. Virus itu kini telah menyebar ke 16 negara di luar Cina. Namun, hoaks dan lelucon tak manusiawi membuat daya rusak Virus Corona berlipat ganda.

Zona paling merah terdapat di Wuhan, Hubei, Cina. Terdapat 1905 jiwa terjangkit virus corona dan 104 jiwa lainnya meninggal dunia.

Namun Aditya Fahmi Nurwahid menghindari istilah Wuhan sebagai "zombie land" atau "kota mati". Penyebaran informasi seperti itu, menurutnya tak peduli terhadap 244 WNI yang berada di Wuhan. Selain itu, kerusakan akibat informasi palsu justru lebih membahayakan daripada Virus Corona itu sendiri.

"Kedepankan sisi humanis. Teman-teman di Indonesia dan program TV pun mengatakan kayak kota mati atau zombie land. Kami sedih sampai seperti itu. Karena keluarga panik," ujar mahasiswa yang menempuh S2 di Wuhan University kepada reporter Tirto, Minggu (26/1/2020).

Nurwahid berharap, informasi terkait kondisi Wuhan dan virus corona diakses dari sumber primer yang akuntabel. Terlebih apabila kabar tersebut masih sumir, jangan disebarkan.

"Ada yang lebih bahaya dari situasi saat ini kalau ada histeria massa," kata pria 24 tahun asal Sidoarjo tersebut.

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih juga menjelaskan, Virus Corona tak sefatal SARS dan flu burung. Hanya saja karena masih baru diinvestigasi, belum ada vaksinnya.

Sedangkan diaspora Indonesia di Wuhan lainnya, Yuliannova Lestari Chaniago turun tangan meluruskan informasi palsu dan menyesatkan di sosial media. Sebab menurutnya, hoaks telah merambah dari dunia maya dan menghantui WNI yang masih di Wuhan.

"Melihat berita yang ada di sosial media itu, pemicu kami stres," kata perempuan 26 tahun, asal Sumatera Barat itu kepada reporter Tirto, Minggu (26/1/2020).

Mahasiswi S3 di Central China Normal University itu juga mengkritik penyebaran lelucon yang jauh dari empati terhadap korban virus corona. Misalnya seperti akun Twitter @mas__piyuuu yang membangkitkan sentimen SARA melalui artikel Portal-islam.id. Mereka memicu rasisme terhadap etnis Cina dengan memanfaatkan isu muslim Uighur. Hal serupa juga disebarkan akun Twitter @Dennysiregar7. Menurutnya Virus Corona di Cina merupakan azab Tuhan sebab China menganiaya muslim Uighur.

Begitu juga Stand up Comedian Reza Pardede alias Coki Pardede, menjadikan wabah Virus Corona sebagai bahan untuk bercanda. Namun, usai ramai dikritik netizen, Coki menyampaikan permohonan maafnya. Isu sensitif yang dimainkan Coki itu, direspons oleh pelawak tunggal lainnya, Sakdiyah Ma'ruf. Menurutnya dark jokes harusnya tak mengolok korban dan mengutamakan empati.

"Itu malah kalimat yang bikin kami panik, sedih, maupun tertekan. Sementara kami di sini mencoba untuk tenang, tidak panik, meyakinkan keluarga bahwa kami baik-baik saja," ujar Chaniago.

Dalam situasi seperti ini, kata Chaniago, yang paling mereka butuhkan adalah dukungan yang kuat, "bukan sumpah serapah".

Hal serupa juga diungkapkan, Rifqa Gusmida. Menurut mahasiswa S2 di Central China Normal University, Wuhan, itu, infomasi palsu justru memperburuk situasi.

"Kami minta tolong untuk menjaga psikis teman-teman dan keluarga di rumah, mengurangi menyebarkan berita hoax, atau narasi yg dibuat berlebihan," kata perempuan 25 tahun, asal Pekanbaru tersebut kepada reporter Tirto, Minggu (26/1/2020).

Hoaks yang Merusak Empati & Memicu Kebencian

Sejak 28 Januari 2020, pemerintahan Cina menjaring terdapat 73 rumor terkait Virus Corona. Beberapa di antaranya terkait hoaks merokok, minum alhokol dosis tinggi, uap cuka, dan kembang api bisa membasmi virus corona.

Padahal menurut Dokter Lilac, menenggak alkohol hanya akan diserap oleh metabolisme dan tak memengaruhi Virus Corona. Sedangkan sulfur dioksida petasan malah berbahaya bagi kesehatan, menyebabkan iritasi, gangguan pernapasan, hingga berpotensi memicu kebakaran.

Sedangkan di Indonesia, penyebaran hoaks Virus Corona sudah ada sejak pertengahan tahun lalu. Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH) mendapati 14 informasi palsu dan menyesatkan terkait Virus Corona, sejak 6 Mei 2019.

Misalnya informasi sesat terkait: rebusan air bawang putih bisa menyembuhkan dari Virus Corona. Berdasarkan penjelasan Dokter Spesialis Paru Faisal Yunus, belum ada obat untuk penyakit itu. Sedangkan air rebusan bawang tak ada pengaruhnya bagi penyembuhan korban.

Selain itu, penyebaran hoaks soal mayat bergelimpangan di Wuhan, wilayah zona merah Virus Corona di Cina. Ternyata foto yang disebarkan tersebut, merupakan peristiwa orang-orang berbaring di Frankurt, Jerma, 24 Maret 2014 silam. Itu merupakan aksi mengenang korban kekejaman NAZI.

Ada pula informasi palsu soal: Minum Bodrex lima menit langsung pulih dari penyakit Corona.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) RI sejak 6 Mei 2019, menjaring 22 disinformasi dan hoaks. Di antaranya seperti, imbauan palsu virus Corona dapat ditularkan melalui server pada Handphone Xiaomi buatan Cina. Selain itu hoaks kurma mengandung virus Corona.

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate meminta, warganet tak sebarkan hoaks terkait Virus Corona. Menurutnya instrumen digital harus digunakan dengan cerdas.

Plate juga meminta, tak ada yang berspekulasi mengaitkan Virus Corona terhadap masalah lain yang berdampak negatif. Baik itu berkaitan dengan sektor ekonomi atau yang lain.

“Ini murni masalah kesehatan dan karena itu mengaculah pada referensi utamanya yang hanya disampaikan oleh institusi resmi," kata Plate kemarin.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Dieqy Hasbi Widhana

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Dieqy Hasbi Widhana
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Gilang Ramadhan