tirto.id - Kepala BPH Migas Kementerian ESDM, Erika Retnowati buka-bukaan terkait dengan kelangkaan solar subsidi yang terjadi di beberapa daerah belakangan ini. Salah satu penyebabnya adalah permintaan yang melebihi stok sudah ditetapkan pemerintah.
"Di tiga bulan pertama kami sudah melihat adanya over quota," kata Erika dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR RI, Selasa (29/3/2022).
Berdasarkan catatannya, sejak Januari 2022 realisasi solar subsidi mencapai 1,34 juta kiloliter (kl), atau melebihi kouta ditetapkan hanya 1,23 juta kl. Kemudian pada Februari kouta ditetapkan 1,14 juta kl, namun realisasinya mencapai 1,21 juta kl.
Selanjutnya, pada periode 1-27 Maret, realisasinya mencapai 1,20 juta kl dari kuota ditetapkan 1,11 juta kl. Sehingga secara total hingga 27 Maret, realisasi penyaluran sudah meyentuh 3,76 juta kl.
"Kalau kita lihat disitu kelihatan bahwa realisasi BBM di Januari, Februari, Maret sudah melampaui kouta yang ada. Perhitungan Januari over 10 persen dan di 27 Maret ada sedikit menurun over 8,5 persen," jelas Erika.
Erika pun khawatir, apabila kegiatan ekonomi terus meningkat kemungkinan ketersediaan BBM solar subsidi sebesar 15,1 juta tidak cukup sampai akhir tahun.
Di sisi lain, Erika justru melihat ada beberapa faktor membuat peningkatan BBM jenis solar subsidi pada kuartal I-2021 ini. Pertama adanya proyeksi dari Kementerian Keuangan yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal I berada pada kisaran 4,5 - 5,2 persen.
"Hal ini akan menyebabkan peningkatan kegiatan perekonomian nasional yang berimplikasi kepada sektor industri dan konsumsi, serta berdampak pada peningklatan arus barang logistik dan transportasi," jelasnya.
Faktor kedua yakni pemulihan pasca pandemi yang lebih cepat dari perkiraan. Sejak kuartal IV-2021 level PPKM sudah diturunkan menjadi level I. Ini menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi jenis BBM tertentu (JBT) dan tren konsumsinya meningkat sampai dengan saat ini.
Kemudian ketiga adalah faktor harga komoditas yang meningkat seperti batu bara, nikel, emas, dan kelapa sawit. Peningkatan harga komoditas inii berdampak pada peningkatan konsumsi BBM, di mana kendaraan pengangkut hasil tambang dan perkebunan meningkat frekuensi dan jumlahnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Bayu Septianto