Menuju konten utama

Penyebab Letusan Freatik Gunung Merapi Menurut BPPTKG

Letusan freatik yang terjadi di Merapi pada hari ini tidak mengubah status gunung berapi di Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut. Status Gunung Merapi tetap normal.

Penyebab Letusan Freatik Gunung Merapi Menurut BPPTKG
Puncak Gunung Merapi saat mengalami letusan freatik pada Jumat pagi (11/5/2018). BNPB/Sutopo.

tirto.id - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) memastikan status Gunung Merapi normal usai mengeluarkan letusan freatik, pada pukul 7.40 WIB, Jumat pagi (11/5/2018).

Kepala Seksi Gunung Merapi BPPTKG Agus Budi Santoso menjelaskan kondisi Gunung Merapi kembali normal seperti biasa setelah mengeluarkan letusan freatik selama 5 menit pada Jumat pagi.

Agus mencatat letusan freatik itu yang ketujuh usai erupsi Gunung Merapi pada 2010. Meski letusan freatik kali ini memicu kolom asap setinggi 5,5 kilometer dari puncak, kejadian ini bukan yang terbesar usai 2010.

“Letusan freatik terbesar di Merapi usai 2010 terjadi pada 18 November 2013. Saat itu, sampai mengubah morfologi kubah lava,” kata Agus saat dihubungi Tirto pada hari ini.

Letusan freatik pada gunung berapi biasa terjadi tiba-tiba dan sulit diprediksi. Kejadian ini bisa terjadi pada Gunung Api aktif meski dalam status normal.

Kepala BPPTKG Hanik Humaida menyimpulkan penyebab letusan freatik Gunung Merapi kali ini adalah karena tekanan dari akumulasi gas dan uap air. Tekanan itu kemudian mendobrak material vulkanik sisa erupsi 2010.

Sejumlah bukti mengenai analisis itu ialah tidak adanya peningkatan aktivitas kegempaan di Merapi dan tidak ada pula perubahan morfologi di kubah lava. Gempa susulan usai erupsi freatik juga tidak ada. Hanik mencatat puncak Merapi tidak diguyur hujan selama 10 hari sebelum erupsi freatik terjadi.

Hanik menjelaskan setiap gunung api aktif selalu melepas gas. Untuk kasus Gunung Merapi, tidak semua gas tersebut terlepas ke permukaan. Pelepasan gas dari Gunung Merapi itu tertahan oleh sisa material erupsi 2010 yang masih ada di puncak. Sebagian gas itu kemudian memadat. Akibatnya, akumulasi tekanan gas berpadu dengan air yang menguap memicu dorongan kuat ke atas.

Karena itu, menurut Hanik, letusan freatik Gunung Merapi pada hari ini memicu kepulan asap putih. Abu sempat menyebar karena asap itu bercampur sisa material erupsi 2010.

Hanik menegaskan letusan ini bukan karena aktivitas magmatik di Gunung Merapi sekaligus tidak ada tanda akan muncul erupsi susulan. Letusan freatik kali ini juga tidak memicu perubahan morfologi kubah lava Gunung Merapi. Tidak ada pula awan panas yang keluar akibat letusan freatik ini.

Karena itu, Hanik meminta masyarakat—terutama di sekitar puncak Gunung Merapi—tidak perlu panik meski tetap harus waspada. Usai letusan freatik hari ini, BBPTKG cuma merekomendasikan tidak ada aktivitas manusia di radius 2 kilometer dari Puncak Gunung Merapi.

Berdasar data rilisan Badan Geologi, Kementerian ESDM, pada 10 Mei 2018—sehari sebelum letusan freatik—tercatat ada gempa vulkanik 4 kali dan gempa guguran 3 kali di Gunung Merapi. Sedangkan pada hari ini, pada pukul 00.00-08.00 WIB terdeteksi gempa guguran 1 kali dan gempa multi-fase 1 kali.

Berdasar pengamatan visual, erupsi freatik Gunung Merapi terjadi dengan diawali suara gemuruh kecil. Getaran dirasakan di seputar Pos Pengamatan Gunung Merapi Babadan dengan durasi selama 10 menit.

Setelah erupsi freatik itu terjadi, muncul hujan abu dan pasir tipis di sekitar Pos Pengamatan Gunung Merapi Kaliurang. Pada pukul 08:30 WIB, hari ini, sempat terpantau kenaikan suhu kawah Gunung Merapi dari semula 38,2 derajat celcius (Pukul 01.00 WIB) menjadi 90,6 derajat celcius.

Setelah erupsi freatik tersebut, tidak terekam perubahan aktivitas kegempaan yang signifikan dan suhu kawah Gunung Merapi terus mengalami penurunan. Sedangkan abu yang terlepas usai letusan freatik itu bergerak ke arah selatan Merapi.

Baca juga artikel terkait GUNUNG MERAPI atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Addi M Idhom
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom